Jumat, 17 Mei 2013

anak autis

Psikopatologi




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang        
Psikopatologi adalah suatu ilmu yang mempelajari proses dan perkembangan gangguan mental. Perkembangan penanganan gaangguan mental berkembang mulai dari zaman kuno (Yuhani) hingga zaman sekarang (modern). Terdapat perbedaan penanganan gangguan abnormalitas jiwa, karena perbedaan paradigma berpikir manusia dari zaman kezaman.
Akibat dominasi pola kehidupan modern yang materialistik dan egoistik, mengakibatkan situasi psikologis umat manusia semakin tidak menentu. Karenanya, tidak mengherankan apabila akhir-akhir ini ditemukan berbagai perilaku yang aneh-aneh dan nyleneh yang dianggap sebagai gejala patologis bagi kehidupan modern. Sering kita mendengar istilah gangguan kepribadian, orang berkepribadian ganda. Terkadang kita sering mendengar orang memberikan label kepada orang lain bahwa tidak punya kepribadian. Lalu, apa sebenarnya gangguan kepribadian?  Berdasarkan perspektif psikologi Islam, gangguan kepribadian adalah serangkaian perilaku manusia yang menyimpang dari fitrah asli yang murni, bersih dan suci, yang telah ditetapkan oleh Allah SWT sejak zaman azali. Gangguan tersebut dapat menyebabkan rusaknya jiwa sehingga jiwa menjadi kosong, hati akan mati, walaupun secara fisik terlihat gagah dan sehat. Individu yang mengalaminya akan mengalami kekosongan kalbu, gelisah, gersang, dan tidak dapat menikmati kehidupannya.
Dalam persepektif psikopatologi / psikologis  Islam sendiri gangguan kepribadian diartikan sebagai perilaku yang berdosa dan merupakan penyakit hati yang dapat mengganggu realisasi dan aktualisasi diri seseorang. Dari pengertian tersebut, maka dapat kita ketahui bahwa perilaku dikategorikan sebagai gangguan kepribadian Islam jika berbau dosa, jika tidak maka belum bisa dikatakan sebagai gangguan kepribadian dalam Islam. Gangguan kepribadian yang mengarah kepada perilaku buruk sering dikenal dengan istilah psikopatologi. Dalam konsep psikologi Islam sendiri, psikopatologi diakibatkan oleh kefitrian qalbu manusia hilang, karena qalbu menjadi pusat kepribadian manusia. Selain itu, psikopatologi bersumber dari dosa (guilty feeling) dan perilaku maksiat.  Dalam Islam psikopatologi ini dikenal dengan istilah penyakit hati.
Dalam makalah ini penulis akan membahas pengertian psikopatologi, sejarahnya dan macam-macam psikopatologi dalam perspektif psikopatologi kontemporer dan psikopatologi Islam serta implikasinya bagi pendidikan. Diharapkan dari pembahasan ini kita mendapatkan gambaran yang utuh tentang psikopatologi dalam berbagai sudut pandang serta mampu mengaplikasikannya dalam dunia pendidikan.
B.     Rumusan Masalah
Masalah yang akan kami bahas dalam makalah kali ini adalah:
a.       Apa pengertian psikopatologi?
b.      Sebutkan macam – macam psikopatologi!
c.       Ada berapakah jenis – jenis psikopatologi?
d.      Hubungan Psikopatologi dan pendidikan !


C.    Tujuan
Tujuan kami membahas makalah dari judul prespektif sejarah psikopatologi ini adalah agar kami dapat menjelaskan dan memaparkan mengenai sejarah psikopatologi secara rinci dan jelas. Dan dapat membagi pengetahuan kami kepada teman – teman semua nya.
D.    Manfaat
Dengan pembahasan makalah ini manfaat yang kami dapat kan adalah kami lebih mengerti dan memahami tentang sejarah psikopatologi (penyakit hati) atau kejiwaan. Mengetahui sejarah dan bagaimana hubungan psikopatologi tyerhadap pendidikan.
Kami berharap teman – teman juga mendapatkan manfaat nya dengan pembahasan makalah kami kali ini.












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Psikopatologi Anak
Psikopatologi anak Mempelajari gangguan psikologis atau tingkahlaku patologis pada anak dan remaja. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa psikopatologi adalah gangguan kepribadian. Menurut Shafii psikopatologi istilah yang mengacu pada baik studi tentang penyakit mental atau tekanan mental atau manifestasi perilaku dan pengalaman yang mungkin menunjukkan penyakit mental atau gangguan psikologis. Chaplin juga menyatakan psikopatologi (psychopathology) adalah cabang psikologi yang berkepentingan untuk menyelidiki penyakit atau gangguan mental dan gejala-gejala abnormal lainnya. Psikopatologi atau sakit mental adalah sakit yang tampak dalam bentuk perilaku dan fungsi kejiwaan yang tidak stabil. Istilah psikopatologi mengacu pada sebuah sindroma yang luas, yang meliputi ketidaknormalan kondisi indra, kognitif, dan emosi.
Sedangkan Alexander Theron mendefinisikan psikopatologi dengan penyakit jiwa atau gangguan jiwa (mental disorder) dimana gangguan jiwa terdiri dari ketidakmampuan berfungsinya seseorang sebegitu jauh sehingga ia tak dapat mencapai pemuasan yang cukup memadai terhadap kebutuhan-kebutuhan jasmaniyah dan perasaannya bagi dirinya sendiri dan sebegitu jauh ia tak mampu memenuhi persyaratan-persyaratan tingkah laku yang dituntut oleh masyarakat dimana ia hidup.
Jadi pengertian ini menunjukkan bahwa manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakatnya tidak mampu berfungsi baik dalam pemenuhan kebutuhan rohaniyah untuk kehidupan pribadinya sendiri dan juga untuk kebutuhan lingkungannya. Ketidakmampuan inilah yang menjadi sumber pokok dari apa yang disebut gangguan jiwanya.
Anak-anak terkadang mengalami kesukaran emosional, karena perubahan tuntutan hidup dan perubahan sikap orang tuanya, di samping pertumbuhan diri pribadi mereka, yang terkadang tidak dimengerti oleh orang tuanya. Terapi yang diberikan kepada anak yang mengalami gangguan emosi diantaranya adalah dengan menggunakan pendekatan non-directive therapy dan menggunakan permainan.
B.     Psikopatologi Anak
Ø  Gangguan Tingkah Laku
PengertianADHD ( attention deficit hyperactivity disorder) Hiperaktif adalah Gangguanperkembangan dalam peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktifitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan. Ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa duduk dengan tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang tetap seperti sedang duduk, atau sedang berdiri. Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah, suka meletup-letup, aktifitas berlebihan, dan suka membuatkeributan.
Ø  Ciri – Cirinya :
1.      anak sangat sulit memusatkan perhatian dalam waktu yang sama (konsentrasi hanyasesaat dan sering berganti-ganti aktivitas)
2.      tubuh selalu bergerak (sering terlihat di kelas atau saat makan)
3.      impulsif (anak tidak sabar menunggu atau bertindak sebelum berpikir)
4.      kadang-kadang tidak bisa disiplin
5.      prestasi di sekolah rendah cenderung mengalami kecelakaan (jatuh, terbentur dan sebagainya) Pola-pola tersebut terjadi pada hampir semua situasi, yakni di rumah, sekolah dan waktubermain. Jadi aktivitas fisik anak yang sangat berlebihan memang belum tentu abnormal.
Diagnosa BandingAda beberapa gangguan yang menunjukkan ciri-ciri serupa, yakni :
1.      gangguan fisik khas epilepsi (ayan), sindroma fetal alkohol (bayi dilahirkan dari ibu yangalkoholik), dan penyakit kelenjar tiroid.
2.      gangguan emosional yang menyeluruh, dengan menunjukkan kecemasan (anxiety) dan depresi autisme, yakni kegagalan berbahasa atau bersosialisasi.
3.      gangguan tingkah laku (anak menunjukkan sikap menentang, meski tidak sulitmemusatkan perhatian)
4.      retardasi mental ringan dan kesulitan belajar dan tingkah laku yang disebabkan adanya problema orang tua - anak.
Ø  Deteksi Dini
Evaluasi 4 kelompok perilaku anak ( perhatian, hiperaktivitas, kemampuan bersosialisasi dan bersikap menantang ). Masing-masing kelompok evaluasi terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dinilai dengan angka 1-5. Nilai 1 berarti sama sekali tidak, nilai 5 berarti selalu, dan nilai-nilai 2-4 berarti antara kedua pernyataan tersebut. Kemudian, nilai-nilai tersebut dijumlah. Dari sinilah baru bisa ditentukan apakah anak tidak bermasalah, bermasalah dan perlu mendapat perhatian, atau bermasalah dan perlu mendapat terapi.
Ø  Terapi - Terapi
Terapi yang dapat diberikan untuk tatalaksana pasien (anak) harus dilaksanakan secara menyeluruh, dimulai dari edukasi dengan keluarga, terapi perilaku hingga penatalaksanaan dengan obat-obatan farmasi. Beberapa terapi yang dapat diberikan adalah:
·         Terapi Obat-obatan
·         Terapi penunjang terhadap impuls-impuls hiperaktif dan tidak terkendelai, biasanya digunakan anti depresan seperti Ritalin, Dexedrine, desoxyn, adderal, cylert,buspar, clonidin.
C.    Berikut ciri-ciri psikopatologi pada anak
1.      Sering berbohong. Jika ketahuan, ia tak peduli dan akan menutupinya dengan mengarang kebohongan lainnya, bahkan mengolahnya seakan-akan itu fakta.
2.      Pandai melucu dan pintar bicara. Mereka menguasai pengetahuan di bidang seni, puisi, dan sastra. Pandai mengarang cerita yang membuatnya terkesan positif
3.      Impulsif dan sulit mengendalikan diri; emosi tinggi, tantrum, dan agresif. Mudah terpicu amarahnya oleh hal-hal kecil, mudah bereaksi terhadap kekecewaan, kegagalan, kritik, dan mudah menyerang orang hanya karena hal sepele.
4.      Tidak memiliki respons fisiologis yang normal; seperti rasa takut yang ditandai tangan berkeringat, jantung berdebar, mulut kering, tegang, gemetar bila melakukan kesalahan.
5.      Saat sedih dan gembira, ekspresinya tidak terlalu kelihatan.
6.      Tidak punya rasa sesal dan rasa bersalah, sering menyangkal akibat tindakannya dan tidak memiliki alasan untuk peduli.
7.      Senang melakukan pelanggaran dan peraturan keluarga atau sekolah.
8.      Kurang empati terhadap perasaan keluarga dan teman sepermainan.
9.      Egosentris dan menganggap dirinya hebat.
10.  Agresif, menantang nyali dan perkelahian, tidur larut malam, dan sering ke luar rumah.
11.  Tidak mau bertanggungjawab, dan melakukan berbagai hal demi kesenangan belaka.
12.  Persuasif dan memesona di permukaan.
13.  Butuh stimulasi dan gampang bosan.
14.  Memiliki IQ tinggi.
·         Faktor Genetik
Banyak penelitian menunjukkan, psikopat / psikopatologi berkaitan dengan genetik, gangguan fungsi otak, dan lingkungan. Selain itu juga ada gangguan antisosial, asosial, dan amoral yang masuk dalam klasifikasi gangguan kepribadian dissosial. Meski demikian, faktor penyebab pastinya hingga saat ini masih belum dapat diungkap jelas. Maka, tindak pencegahan optimal yang dapat dilakukan adalah sebatas mengenali faktor risiko sejak dini.
Langkah awal yang mungkin dilakukan, antara lain, melakukan deteksi dini faktor risiko dan gangguan perilaku pada anak. Karena faktor genetik adalah faktor yang diturunkan, maka faktor orangtua juga harus jadi perhatian. Artinya, jika salah satu orangtua menunjukkan gejala psikopat, maka anak akan berpotensi mengalami hal yang sama. Pengamatan terhadap anak-anak dalam rentang usia 6–13 tahun bisa mulai dilakukan. Beberapa penyimpangan perilaku pada mereka, harus diketahui dan dikenali orangtua. Sejumlah penelitian lain menyebutkan, faktor lingkungan juga sangat berpengaruh. Lingkungan tersebut bisa berupa fisik, biologis, dan sosial.



·         Faktor lingkungan fisik dan sosial
Faktor ini berisiko mengembangkan seorang psikopatologi adalah perlakuan kasar dan keras sejak usia anak, penelantaran, perceraian orangtua, kesibukan orangtua, faktor pemberian nutrisi tertentu, serta kehidupan keluarga yang tidak mematuhi etika hukum, agama dan sosial. Sedangkan lingkungan biologis menyangkut pola makan. Ternyata banyak faktor risiko juga terjadi pada penderita alergi dan intoleransi makanan. Belakangan terungkap, bahwa alergi menimbulkan komplikasi yang cukup berbahaya; karena alergi dapat mengganggu semua organ atau sistem tubuh anak, termasuk gangguan fungsi otak.
Akibat gangguan fungsi otak itulah, muncul gangguan pada perkembangan dan perilaku anak; seperti gangguan konsentrasi, gangguan emosi, gangguan tidur, impulsivitas, hingga memperberat gejala autisma dan ADHD (Attention Deficit and Hyperactivity Disorder).
Seandainya pada anak terdapat faktor genetik dan beberapa perilaku tersebut, maka orangtua harus waspada. Pengobatan dan rehabilitasi psikopat saat ini baru dalam tahap kompleksitas pemahaman gejala. Terapi yang paling mungkin adalah tanpa obat, seperti konseling.
Para psikolog sekarang mulai menyadari bahwa anak-anak psikopat / psikopatologi, yang digambarkan sebagai anak yang antisosial (callous-unemotional atau  (CU), membentuk subkelompok yang berbeda. Tak seperti kebanyakan anak-anak yang menampilkan perilaku antisosial, mereka terutama bukan produk pengasuhan anak yang buruk,

D.    Gejala-gejala psikopat anak
1.      Sering berbohong, fasih, dan dangkal
2.      Egosentris dan menganggap dirinya hebat.
3.      Senang melakukan pelanggaran ketika waktu kecil
4.      Tidak mampu bertanggung jawab dan melakukan hal-hal demi kesenangan belaka.

E.     Sejarah Psikopatologi
Ada anggapan bahwa lahirnya seorang psikopat berkaitan dengan temperamen masa kecil si anak terutama sifat anak yang terlalu berani dan tidak punya rasa takut.
 Tapi ternyata gejala psikopat bukan hanya dari gangguan temperamen tapi lebih karena fungsi kognitif di otaknya yang tidak bisa memproses isyarat tertentu.
Penelitian baru yang dilakukan menunjukkan bahwa akar dari gangguan tersebut dapat berasal dari dalam pikiran bawah sadar. Seperti dilansir dalam TheHuffingtonPost, Minggu (18/9/2011) para peneliti Patrick Sylvers dari University of Washington dan Patricia Brennan serta Scott Lilienfeld dari Emory, menemukan psikopat mungkin terjadi karena otak kurang dapat melakukan 'pemrosesan preattentive'. Secara teoritis, jika anak-anak tidak memiliki ini dalam proses berpikirnya, mereka tidak akan pernah belajar memecahkan kode tanda-tanda bahaya. Rasa tak kenal takut ini akan berkembang dan akibatnya, si anak akan tumbuh dewasa dengan kegagalan bersosialisasi yang menggunakan hati nurani. Untuk teori tersebut ilmuwan melakukan pengujian terhadap 88 anak laki-laki berusia 7 hingga 11 tahun yang pernah bermasalah di sekolah maupun di rumah. Anak-anak ini dipilih berdasarkan ciri-ciri yang disebut 'callous unemotionality' atau tak punya perasaan emosional.
Ciri-ciri ini termasuk mengabaikan kebutuhan orang lain, kurangnya rasa penyesalan dan empati, mirip dengan ciri-ciri gangguan pada orang dewasa. Peneliti lalu menguji impulsifitas dan gangguan perilaku yang sesuai dengan tanda-tanda narsisme seperti banyak membual, yang juga terlihat pada kebanyakan psikopat dewasa.
Perkembangan penanganan gaangguan mental berkembang mulai dari zaman kuno (Yuhani) hingga zaman sekarang (modern). Terdapat perbedaan penanganan gangguan abnormalitas jiwa, karena perbedaan paradigma berpikir manusia dari zaman ke zaman Mari kita membahas sejarah psikopatologi berikut ini.
1.       Demonology Awal 
Demonology merupakan suatu doktrin yang menyebutkan bahwa perilaku abnormal seseorang disebabkan oleh pengaruh roh jahat atau kekuatan setan. Masyarakat saat itu meyakini bahwa kekuatan roh atau setan dapat merasuk ke dalam tubuh seseorang dan mengontrol pikiran serta tubuh orang tersebut. Demonology ditemukan dalam budaya Cina, Mesir dan Yunani. Para pemuka agama pada masa itu melakukan suatu upacara untuk mengeluarkan pengaruh roh jahat dari tubuh seseorang. Mereka menggunakan nyanyian mantra atau siksaan terhadap objek tertentu, bisa binatang atau manusia. Metode tersebut dinamakan exorcism
2.      Penjelasan fisiologis awal terhadap gangguan mental pada masa Roma dan Yunani Kuno. 
Abad 5 SM, Hippocrates (Bapak Kedokteran; penemu ilmu medis modern) memisahkan ilmu medis dari agama, magic dan takhyul. Ia menolak keyakinan yang berkembang pada masa Yunani itu bahwa Tuhan (dewa) mengirimkan penyakit fisik dan gangguan mental sebagai bentuk hukuman. Hippocrates menjelaskan tentang pentingnya otak dalam mempengaruhi pikiran, perilaku dan emosi manusia. Menurutnya, otak adalah pusat kesadaran, pusat intelektual dan emosi. Sehingga jika cara berpikir dan perilaku seseorang menyimpang atau terganggu berarti ada suatu masalah pada otaknya (otaknya terganggu). 
Selain Hippocrates, ada juga dokter dari Roma yang mencoba memberikan penjelasan naturalistik tentang gangguan psikotik. Mereka adalah Asclepiades dan Galen. Disamping itu, keduanya mendukung perlakuan yang lebih manusiawi dan perawatan di rumah sakit bagi para penderita gangguan mental.
3.      zaman Kegelapan (The Dark Ages) dan kembalinya demonology 
Kematian Galen (130 – 200 M), sebagai dokter terakhir pada masa klasik Yunani menandai dimulainya Jaman Kegelapan bagi dunia medis dan bagi perawatan serta studi tentang perilaku abnormal. Setelah runtuhnya Roma dan Yunani, peradaban manusia mengalami kemunduran. Pada Jaman Pertengahan dan Renaissance (400 – 1500 M), kalangan gereja dan Kristen meluaskan pengaruhnya melalui dunia pendidikan dan misionaris agama menggantikan budaya klasik kala itu. Termasuk dalam hal menangani penderita gangguan mental. Saat itu gangguan mental kembali dihubungkan dengan pengaruh spiritual dan supranatural. 






F.      kriteria – kriteria psikopatologi
Menurut Atkinson terdapat enam criteria untuk menentukan kesehatan mental seseorang, yaitu :
·         pertama, adanya persepsi yang realistic dan efisen dalam mereaksi atau mengevaluasi apa yang terjadi di dunia sekitarnya
·         kedua, mengenali diri sendiri, baik berkaitan dengan kesadaran atau motifnya
·         ketiga, kemampuan untuk mengendalikan perilaku secara sadar, seperti menahan perilaku impulsive dan agresif
·         keempat, memiliki harga diri dan dirinya dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya
·         kelima, kemampuan untuk membentuk ikatan kasih, seperti tidak menuntut berkelebihan pada orang lain dan dapat memuaskan orang lain bukan hanya memuaskan diri sendiri; keenam, ada jiwa yang antusias yang mendorong seseorang untuk mencapai produktivitas.
Asumsi di atas dikenal dengan asumsi yang optimistic dan mengakui kekuatan jiwa manusia, namun sifatnya antroposentris yang hanya memfokuskan pada kekuatan manusia, tanpa mengkaitkan teorinya pada kehendak mutlak Tuhan. Dalam Islam meskipun menggunakan kerangka asumsi yang ketiga dalam membangun teori psikopatologi, namun Islam tidak melepaskan diri dari paradigma teosentris. Hakikat jiwa manusia bukan hanya sehat dan sadar, melainkan juga terbebas dari dosa asal, dosa waris, dan bertanggung jawab atas penebusannya. Sebagai Dzat yang baik dan suci, Tuhan tidak memberikan jiwa manusia kecuali jiwa yang memiliki kecenderungan sehat, baik dan suci. Kesehatan jiwa manusia tidak sekedar alami dan fitri, melainkan telah diatur sedemikian rupa oleh sang Kholiq. Dari kerangka ini, kriteria neurosis dan psikosis dalam psikopatologi Islam bukan hanya disebabkan oleh gangguan saraf atau gangguan kejiwaan alamiah melainkan juga penyelewengan terhadap aturan-aturan Tuhan. Oleh karena itu, teori psikopatologi Islam di samping mendasarkan teorinya pada teori-teori psikologi barat, juga banyak memfokuskan diri pada perilaku spiritual dan religius.
Mujib membagi psikopatologi dalam dua katagori pokok, pertama, bersifat duniawi. Macam-macam psikopatologi dalam kategori ini berupa gejala-gejala atau penyakit kejiwaan yang telah dirumuskan dalam psikologi kontemporer; kedua, bersifat ukhrawi, berupa penyakit akibat penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai moral, spiritual dan agama. Maka berdasar pembagian katagori ini kita akan melihat psikopatologi dalam dua perspektif yakni aspek pengetahuan dan aspek agama.
Ø  Psikopatologi yang bersifat duniawi
Jenis-jenis penyakit kejiwaan (mental disorders atau mental illness) menurut penyelidikan Freud dipandang bersumber pada lapisan jiwa tak sadar (Das Es) yang disebut “kompleks terdesak”. Kompleks adalah nafsu atau emosi yang berlebih-lebihan untuk memperoleh atau menghindari objek. Kompleks terdesak atau tertekan berarti segala aspek nafsu/keinginan atau perasaan yang ditekan terus-menerus oleh kesadaran Aku (Das Ueber Ich), karena pemunculannya dianggap tidak sesuai dengan norma-norma hidup baik kultural, agama ataupun norma sosial, sehingga nafsu/emosi yang demikian tidak diberi kesempatan muncul ke ruang sadar manusia.
Akan tetapi kompleks terdesak tersebut meskipun dihambat dan ditekan oleh kesadaran “Akunya” pada waktu-waktu tertentu dapat muncul tanpa disadari dalam bentuk tingkah laku yang berbagai macam yaitu:
a)      Perbuatan yang salah tanpa disadari, misalnya salah tulis, salah baca, salah ucap, salah letak, salah mengerjakan tugas. Kesemuanya itu merupakan bentuk pemunculan nafsu/emosi tertekan yang makin bertumpuk dalam jiwa tak sadar manusia yang mengandung latar belakang peristiwa masa lalu.
b)      Mimpi juga mempunyai arti khusus bagi manusia yang memiliki kompleks terdesak. Menurut Freud mimpi merupakan gambar/simbol dari keinginan yang terpendam dan tak terpenuhi, dan dengan melalui analisa mimpi orang dapat menemukan problema hidup orang lain: misalnya orang yang sangat menginginkan mempersunting gadis rupawan dari kalangan tinggi, padahal ia sendiri tergolong orang yang tidak sederajat/sekufu dengan status sosial-ekonomi keluarga gadis tersebut, maka nafsu keinginan tersebut mengendap ke dalam ruang lapisan jiwa tak sadar, masuk ke dalam kompleks terdesak yang muncul dan menyatakan diri dalam bentuk impian-impian di waktu tidur. Bentuk impiannya bisa perkawinan dengan gadis idamannya dengan upacara yang sangat indah atau pertemuan romantis di tempat yang indah.
c)      Penyakit syaraf, dimana masing-masing orang berbeda-beda intensitasnya, tergantung pada ketahanan dan keseimbangan mekanisme sistem syarafnya dalam menanggapi nafsu/ keinginan atau emosi yang bergejolak dalam dirinya. Makin lemah sistem syaraf seseorang, makin mudah memperoleh chance terhadap penyakit syaraf. Sedangkan sistem syaraf tersebut merupakan hal yang native (pembawaan).
G.    Implikasinya dalam pendidikan
Dengan memperhatikan tentang gejala penyakit kejiwaan sebagaimana telah dibahas di muka, yang mungkin saja menimpa anak didik kita, maka kita sebagai pendidik harus mengantisipasinya dengan langkah-langkah berikut:
1.       Memperhatikan dengan seksama kelainan-kelainan yang diderita anak didik baik di dalam kelas, saat bergaul dan saat merespons setiap tugas-tugas yang diberikan.
2.      Mengidentifikasi segenap kelainan-kelainan yang ada
3.      Mengadakan pendekatan pada penderita, memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencurahkan segenap keluhan dengan bebas agar kita bisa mengungkap masalah yang dialaminya dengan tepat.
4.      Berusaha memberikan sugesti, motivasi dan bimbingan yang dapat meneguhkan keimanan dan keyakinannya kepada Allah dengan nilai-nilai agama; bahwa masalah dan problema hidup yang diderita bukanlah masalah serius dan dapat diatasi.
5.      Tunjukkan kepada penderita sumber apa yang menjadi masalahnya, bagaimana hubungan satu problema dengan problema yang lain yang merupakan rangkaian sebab akibat, dan tunjukkanlah pemecahan praktis terhadap problema itu.
6.      Bilamana benar-benar diyakini bahwa gangguan mental padanya tidak mungkin dapat disembuhkan dengan segala bimbingan konseling yang ada, maka segeralah penderita dianjurkan untuk berkonsultasi dengan psikiater (dokter jiwa) agar mendapat tindakan yang tepat.
7.      Jalin kerjasama dengan orangtua anak didik, agar mereka juga menaruh perhatian dan dapat memberi perlakuan yang tepat dan positif demi kesuksesan pendidikan anak-
Anaknya















BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Psikopatologi adalah suatu ilmu yang mempelajari proses dan perkembangan gangguan mental. Dalam sejarah perkembangannya psikopatologi sebagai sebuah studi tentang penyakit mental mengalami beberapa fase perkembangan; dari fase awal yang cenderung bersifat primitif dan bercampur dengan keyakinan mistik dan takhayul sampai ke tahap pengetahuan yang bersifat sistematis dan modern
 Secara garis besar, psikopatologi dapat dibagi ke dalam dua katagori: pertama, psikopatologi yang bersifat duniawi dengan menggunakan pendekatan yang telah dirumuskan psikopatologi kontemporer yang memandang bahwa penyebab segala penyakit jiwa adalah dorongan nafsu atau motive libido (nafsu birahi) yang ditekan ke bawah sadar; dan kedua, psikopatologi yang bersifat ukhrawi dengan menggunakan pendekatan nilai-nilai moral spiritual dan agama dimana psikopatologi ukhrawi memandang bahwa penyebab segala penyakit jiwa adalah dosa.
B.     SARAN
            Kami selaku penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini Untuk itu  kami selaku penulis meminta kritik dan saran yang membangun dari teman-teman semua, agar makalah ini menjadi lebih baik lagi dan pastinya bisa bermanfaat serta menambah pengetahuan bagi kita semua.