BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Anak usia dini merupakan pribadi yang unik, yang
berbeda dengan orang dewasa. Anak usia dini mempunyai karakteristik tersendiri,
yang terkadang membuat orang dewasa disekitarnya menjadi terkaget-kaget bila
melihat dan mendengarkan perilaku maupun percakapan mereka dengan teman
sebayanya.
Berbicara mengenai perkembangan perilaku sosial pada
anak usia dini ( 3 – 4 tahun ), banyak hal yang menarik di dalamnya. Anak usia
3-4 tahun yang dalam hal ini masih berada di rentang usia kelompok
Bermain, mempunyai karakteristik tersendiri dalam perkembanganya.
Khususnya dalam perkembangan perilaku sosial, anak perlu dibiasakan dan
diajarkan bagaimana cara mereka berinteraksi dalam lingkungan sosial di
lingkungannya.
Pembelajaran perkembangan perilaku sosial yang biasa
dilakukan dalam lingkungan keluarga, sangat penting agar kelak anak – anak
menjadi pribadi yang santun, mempunyai rasa empati, simpati, tenggang rasa,
saling menghormati, dan mempunyai sifat sosial yang baik. Dengan mempunyai
bekal dengan pembiasaan berinteraksi sosial dan berperilaku yang baik, maka
insya Allah, kelak anak-anak kita akan menjadi generasi penerus bangsa yang
mempunyai kecerdasan sosial dan kecerdasan interpersonal yang akan
mengaharumkan bangsa dan negaranya.
B.
Masalah
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Shaping
Shaping adalah pembentukan perilaku baru atau perilaku yang belum pernah
dilakukan individu, dan sulit atau tidak mungkin untuk memunculkan perilaku
baru yang diinginkan tersebut, dengan cara memberi pengukuh/penguat
jika telah muncul perilaku-perilaku yang menyerupai atau
mendekati perilaku yang diinginkan, sehingga pada akhirnya memunculkan perilaku
yang sama sekali baru yang diinginkan.
Jadi
shaping itu adalah prosedur yang digunakan untuk membentuk perilaku seorang
individu. Karena perilaku memiliki tingkat kejadian, maka tidak mungkin untuk
meningkatkan frekuensi perilaku hanya dengan menunggu sampai terjadi dan
kemudian baru menguatkannya. Oleh karena itu, untuk memperkuat perilaku harus
memperkuat respon mulai dari nol sampai ke frekuensi yang lebih besar.
Shaping
didefinisikan sebagai perkembangan perilaku baru oleh penguatan berturut-turut
dari perilaku yang ingin dikuatkan sebelumnya. Kadang-kadang perilaku baru
terjadi ketika seorang individu menampakkan beberapa perilaku awal, dan
lingkungan (orang lain) memperkuat variasi-variasi kecil dalam perilaku.
Akhirnya bahwa perilaku awal dapat dibentuk sehingga bentuk akhir tidak lagi
menyerupai perilaku awal.
Kebanyakan
orang tua menggunakan prosedur pembentukan dalam mengajar anak-anak mereka
untuk berbicara, misalnya saja ketika pertama kali bayi mulai mengoceh, ia
mengikuti bahasa asli orangtua walaupun masih mereka-reka. Pada saat mulai
mengoceh inilah orangtua memperkuat perilaku misalnya dengan belaian, pelukan
atau ciuman pada sang anak.
Ada
dua cara untuk membentuk sebuah respon, yaitu :
1.
Eksternal shaping
Jika
kita menghendaki seseorang melakukan sebuah respon tertentu, misalnya menekan
pengumpil untuk memperoleh makanan, maka lingkungan dapat diatur sedemikian
rupa sehingga respon ini kemungkinan besar dilakukan. Dalam bahasa skinner,
respon-respon dalam conditional klasik dibentuk secara tidak begitu kaku,
sedang respon-respon instrumental dibentuk secara tidak begitu kaku tetapi
masih tetap berada dibawah penguasaan kondisi luar.
2. Internal
shaping
Internal
shaping dapat terjadi dalam lingkungan yang sangat bebas dan sangat tidak
berstruktur. Diberi nama internal shaping karena tekanan konstan terhadap
tingkah laku datangnya dari dalam organisme, bukan dari lingkungan fisik.
Skinner (1951) bahwa proses internal shaping dapat dilukiskan dengan cukup
obyektif, tetapi pelaksanaannya memerlukan kecerdasan, akal, dan keahlian yang
besar dari orang yang melakukan shaping.
Proses
shaping akan sangat berjalan dengan sangat cepat dan efektif bila reinforcement
tepat bersamaan waktu dengan respon. Dalam shaping ada tahapan-tahapan dalam
menuju perilaku akhir, meskipun belum sampai pada perilaku akhir yang
diharapkan, apabila seseorang itu telah berubah atau membentuk perilaku baru
maka diberikan penguatan (reinforcement).
B.
Aspek Perilaku Yang Dapat Dibentuk
Ada
tiga aspek perilaku yang bisa dibentuk :
1. Topografi
Pembentukan bentuk respon tertentu atau tindakan
spesifik. Mencetak kata / mengikuti perkataan dan menulis kata yang sama adalah
respon yang sama yang dibuat dengan dua topografi yang berbeda. Contohnya
membentuk seorang anak untuk mengatakan “mama” buka “ma-ma”
2. Jumlah
Pembentukan
perilaku yang dilakukan dengan peningkatan jumlah. Contoh; seorang anak yang
belajar berjalan, pada mulanya dia hanya bisa berjalan beberapa langkah saja,
namun lama kelamaan karena diperkuat akhirnya anak dapat berjalan dengan mulus
tanpa tertatih.
3. Intensitas
kekuatan suatu respon
Pembentukan
perilaku yang dilakukan dengan peningkatan intensitas/keseringan. Contohnya,
seorang anak yang kurang diperhatikan orangtuanya, lalu ia rajin membersihkan
rumah dan sang anak mendapatkan perhatian orangtuanya, akhirnya anak tersebut
akan lebih sering mengulangi perbuatannya agar terus mendapatkan perhatian
orangtuanya.
Contoh
untuk ketiga aspek tersebut:
Anak
dapat menyimpan sepatu di rak sepatu.
Secara
topografi : hari ke1 anak
bisa menyimpan sepatunya sendiri
Secara
jumlah :
hari ke2 anak dapat menyimpan sepatu
temannya
Secara
intensitas : hari ke3
anak dapat menyipan lebih dari dua pasang sepatu dengan rapi.
C. Penerapan Shaping
Penerapan
untuk melaksanakan shaping yaitu:
1. Menentukan
perilaku akhir yang diinginkan
Langkah
pertama dalam shaping adalah mengidentifikasikan dengan jelas perilaku akhir
yang diinginkan, yang sering disebut sebagai perilaku terminal (tujuan akhir).
Dalam kasus anak yang mencoba berjalan tadi, perilaku terakhir yang diinginkan
adalah berjalan tanpa bantuan, misalnya dari ruang TV sampai ruang makan.
Dengan definisi yang spesifik seperti ini, ada sedikit kemungkinan bahwa orang
yang berbeda akan mengembangkan harapan yang berbeda mengenai kinerja sang
anak. Jika orang yang berbeda bekerja dengan individu yang mengharapkan hal
yang berbeda, maka kemajuan cenderung terbelakang. Akhir perilaku yang
diinginkan harus dinyatakan sedemikian rupa sehingga semua karakteristik dari
perilaku (topografi, jumlah maupun intensitas) diidentifikasi.
2. Pemilihan
pemulaian tingkah laku (memilih perilaku)
Karena
terminal perilaku yang diinginkan tidak terjadi pada awalnya perlu memperkuat
beberapa perilaku yang mendekati itu, dan mengidentifikasi titik awal. Tujuan
program awal ini adalah untuk membentuk perilaku, dengan memperkuat titik awal
ke final yang diinginkan meskipun titik awal mungkin sama sekali berbeda dengan
perilaku terminal.
3. Pemilihan
langkah-langkah pembentukan (langkah memilih Shaping)
Tahap
ini membantu kita untuk mendekati akhir perilaku yang diinginkan. Contoh;
anggaplah akhir perilaku yang diharapkan dalam program membentuk seorang anak
berkata “papa”, telah ditetapkan bahwa anak berkata “Paa” dan respon ini diatur
sebagai perilaku awal. Kita andaikan bahwa kita memutuskan untuk pergi dari
perilaku awal “Paa” melalui langkah-langkah beriku “Paa-Paa”, “Pa-Pa”, dan
“Papa”.
Untuk
memulai, penguatan diberikan pada sejumlah kesempatan untuk memancarkan
perilaku awal (“Paa”). Ketika perilaku ini terjadi pelatih bergerak ke langkah
berikutnya dan memperkuat langkah demi langkah sampai anak akhirnya berkata
“papa”.
Memang
tidak ada seperangkat pedoman untuk mengidentifikasi ukuran langkah yang ideal,
namun dalam usaha untuk menentukan langkah-langkah perilaku awal ke terminal perilaku,
pelatih sudah bisa membayangkan langkah-langkah yang akan dilalui.
4.
Bergerak untuk memperbaiki
Ada
beberapa aturan praktis untuk memperkuat respon akhir yang diinginkan :
a)
Jangan bergerak terlalu cepat ke langkah berikutnya. Masuk ke langkah
selanjutnya dapat dilakukan apabila langkah sebelumnya telah mapan.
b)
Lanjutkan dalam langkah-langkah cukup kecil. Jika tidak, langkah sebelumnya
akan hilang. Namun, jangan membuat langkah-langkah kecil yang tidak perlu.
c)
Jika kehilangan suatu perilaku karena anda bergeerak terlalu cepat atau terlalu
besar mengambil langkah, kembali ke langkah awal dimana anda dapat mengambil
perilaku lagi.
Pedoman
ini mungkin tidak begitu membantu. Di satu sisi, disarankan untuk tidak
bergerak terlalu cepat dari satu pendekatan ke pendekatan lain. Di sisi lain,
disarankan untuk tidak bergerak terlalu lambat. Jika kita bisa menyertai
pedoman ini dengan rumus matematika untuk menghitung ukuran yang tepat
langkah-langkah ynang harus diambil dalam setiap situasi dan persis berapa
banyak bala bantuan harus diberikan pada setiap langkah, pedoman akan jauh
lebih berguna. Shaping memerlukan banyak latihan dan keterampilan jika harus
dilakukan dengan efektivitas maksimum.
D.
Perilaku Untuk Pembentukan Umum
1. Memilih perilaku akhir, pilihlah perilaku yang spesifik ( seperti bekerja dengan
tenang selama 10 menit di meja ) dan bukan yang umum ( seperti perilaku yang
baik di kertas ). Jika memungkinkan pilihlah perilaku yang akan terjadi
dengan reinforcer alami.
2. Pilihlah memperkuat (reinforcer) yang alami
3. Rencana
awal. Membuat daftar perilaku yang
dianggap berhasil yang mendekati perilaku yang diinginkan untukperilaku paling
awal, pilihlah perilaku yang mirip dengan yang sudah dilakauakan dengan subjek
yang bersangkutan.
4. Penerapan
rencana. Katakan pada
siswa sebelum menerapkan program mengenai program yang bersangkutan. Mulailah
memberikan reinforcer begitu dengan yang dijalankan. Jangan menuju ke langkah
berikutnya sebelum siswa berhasil melakukan tugas dengan sempurna. Berikan
reinforcer secukupnya jangan berlebihan atau terlalu pelit. Jika anak mogok,
dengan kemungkinan tugas yang terlalu berat atau langkah yang terlalu cepat,
atau reinforcer tidak efektif.
E.
Faktor-Faktor Yang Memperngaruhi Ke Efektifan Shaping
1. Menentukan Perilaku Diinginkan Akhir
(Specifying the Final
Desired Behavior)
Tahap pertama dalam
penerapan shaping adalah mengidentifikasi secara jelas perilaku akhir yang
diinginkan, Biasa disebut dengan terminal behavior. Jika terapis dan klien
memiliki tujuan perilaku akhir yang berbeda, maka akan menghambat tercapainya
kemajuan, karenanya perilaku akhir harus diidentifikasi secara jelas termasuk
dalam dimensi yang mana.
2. Memilih Perilaku Mulai (Choosing a Starting Behavior)
Karena reinforcement
diberikan pada perilaku yang mendekati target, maka kita harus menentukan
starting pointnya. Baik yang similar atau bahkan tidak similar.
3. Memilih Langkah Membentuk (Choosing the Shaping Steps)
Tahap shaping harus
ditentukan secara teliti dan jelas. Tidak ada ukuran yang pasti dalam menyusun
tahapan shaping. Setelah tahapan shaping ditentukan namun kemajuannya tidak
signifikan, maka dapat secara fleksibel berubah.
4. Pindahan Pase yang Benar (Moving Along at the Correct Pace).
Ada beberapa aturan
yang dapat diterapkan dalam memberikan reinforcement dalam suatu tahap shaping.
a. Berikan reinforcement paling tidak
beberapa kali sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya.
b. Hindari pemberian penguatan (reinforcement) yang terlalu sering pada tiap tahap. Jika pemberian penguatan (reinforcement) pada satu tahap bertahan dalam waktu yang lama, maka perilaku itu akan menetap secara kuat dan sulit untuk beralih ke tahap selanjutnya.
c. Jika kehilangan salah satu perilaku karena bergerak terlalu cepat, maka kembalilah ke perilaku sebelumnya.
b. Hindari pemberian penguatan (reinforcement) yang terlalu sering pada tiap tahap. Jika pemberian penguatan (reinforcement) pada satu tahap bertahan dalam waktu yang lama, maka perilaku itu akan menetap secara kuat dan sulit untuk beralih ke tahap selanjutnya.
c. Jika kehilangan salah satu perilaku karena bergerak terlalu cepat, maka kembalilah ke perilaku sebelumnya.
Pada anak-anak dengan
kebutuhan khusus, justru perilaku merusak yang diperkuat atau orang tua
terkadang tidak responsif dengan kemajuan yang telah dicapai anak karena
mungkin pengharapan bahwa jika anak sudah mencapai prilaku.
1. Prilaku
(behavior)
a. Tentukan perilaku secara spesifik
b. Jika memungkinkan pilih perilaku yang
dapat tetap terkontrol oleh natural reinforcer setelah dilakukan prgram shaping
2. Penguat (reinforce)
Memilih reinforcer yang sesuai untuk
klien
3. Rencana awal (The initial plan)
a. Buatlah
daftar perilaku secara bertahap dimulai dari starting behavior
b. Initial
plan biasanya “educated guesses”
(tebakan yang cerdas), namun dapat dimodifikasi tergantung dari kinerja klayen (performance
klien)
4. Mengimplementasikan rencana
(Implementing the plan)
a. Sebelum dimulai, beritahukan kepada klien
tentang rencana yang akan dilakukan
b. Mulai memberikan reinforcement segera setelah starting behavior dilakukan
c. Jangan berpindah ke tahap selanjutnya sebelum klien menguasai perilaku tersebut
b. Mulai memberikan reinforcement segera setelah starting behavior dilakukan
c. Jangan berpindah ke tahap selanjutnya sebelum klien menguasai perilaku tersebut
d. Jika anda tidak yakin kapan harus meningkat ke tahap selanjutnya, maka majulah ke tahap berikutnya setelah klien mampu memperlihatkan perilaku sebanyak 6 atau 10 kali
e. Jangan memberikan reinforcement terlalu sering atau terlalu jarang pada tiap tahapnya
f. Jika klien tidak lagi mengikuti program, bisa jadi terapis terlalu cepat meningkat ke tahapan berikutnya atau reinforcer tidak efektif
Contoh
Penerapan Shaping :
BAB I
PENDAHULUAN
·
Latar belakang
Upaya
penanganan terhadap anak berkebutuhan khusus dari waktu ke waktu meningkat
sejalan dengan perkembangan teknologi. Peningkatan tersebut dapat dilihat
minimal dari dua sudut, yaitu segi preventif dan segi kuratif. Dari segi
preventif, penanganan lebih diarahkan pada upaya menekan terjadinya kelainan,
terutama kelainan negatif melalui pendekatan medis maupun pendekatan psikologis
dan pedagogis. Upaya preventif medis dilakukan melalui deteksi dini terhadap
kelainan yang terjadi sejak konsepsi sampai sepanjang perkembangan anak dengan
menggunakan prosedur medis. Misalnya pencegahan terjadinya infeksi dan
keracunan selama proses kehamilan, pemberian nutrisi yang lengkap selama proses
kehamilan, dan pemeriksaan kehamilan rutin terhadap kehamilan ibu, serta
pengawaan yang ketat terhadap proses kelahiran (dilakukan oleh bidan dan
dokter). Upaya medis juga dilakukan pada usia bayi, kanak – kanak dan anak
melalui pemeriksaan rutin sejak bayi sampai masa anak berakhir. Deteksi dilakukan
terhadap kemungkinan terhadap infeksi, kelainan, kekurangan gizi, cedera, dan
keracunan selama perkembangan anak dengan pemeriksaan rutin serta memberikan
nutrisi tambahan yang memadai. Misalnya, dilakukan dengan penatalaksaan
vaksinasi secara tepat, pemberian vitamin A dosis tinggi pada periode tertentu
untuk mencegah kebutaan.
Upaya
preventif psikologis – pedagogis untuk menekan terjadinya kelainan pada anak
dilakukan melalui mendeteksi dini dan stimulasi dini. Stimulasi dini dilakukan
untuk memberikan layanan akselerasi terhadap
perkembangan perilaku anak dari sisi psikologis. Stimulasi dini
dilakukan melalui media bermain dan latihan – latihan untuk mengembangkan
fungsi motorik baik kasar maupun halus, dan fungsi kognitif serta fungsi
afektif mereka. Melalui deteksi dini terhadap kelainan anak, intervensi dini,
terhadap kemungkinan – kemungkinan yang akan terjadi pada perkembangan anak
dapat dilakukan secara tepat sasaran. Walaupun upaya pencegahan terus
diupayakan, namun kenyataannya masih banyak ditemukan berbagai kelainan yang
terjadi pada perkembangan anak. Oleh karena itu upaya kuratif juga perlu
dilakukan untuk menyembuhkan atau mengoreksi kelainan yang telah terjadi.
Dari
sisi kuratif penanganan medis dilakukan dengan memberikan tindakan dan
pengobatan yang tepat yang dilakukan oleh tim medis terhadap penyakit dan
kelainan anak. Misalnya, tunagrahita yang mengalami hidrochepalus dilakukan
operasi dan pembuatan saluran untuk mengeluarkan cairan di kepala. Anak
celebral palcy dilakukan melalui terapi okupasi dan bermain untuk relaksasi
otot serta sendi sebagai dasar untuk penguasaan motorik kasar maupun motorik
halus, anak yang mengalami gangguan jalan dibuatkan alat bantu jalan, dan
sebagainya. Dari sisi korektif penanganan anak berkebutuhan khusus diarahkan
untuk menyembuhkan dan memperbaiki perilaku – perilaku menyimpang yang terjadi
pada anak. Dari sisi ini, penanganan dapat dilakukan melalui berbagai
pendekatan, baik medik maupun pedagogis – psikologis. Salah satu pendekatan
pedagogis – psikologis adalah modikasi perilaku.
BAB II
PEMBAHASAN
·
Pengertian Extinction
Extinction
merupakan salah satu fenomena – fenomena
dalam kondisi klasik yang artinya adalah menurunnya frekuensi respon
bersyarat bahkan akhirnya menghilangnya respon bersyarat akibat ketiadaan
stimulus alami dalam proses kondisioning atau secara singkat dapat diartikan
hilangnya perilaku akibat dari dihilangkannya reinforcers. Maksudnya, sebuah
perilaku yang telah dikuatkan untuk periode waktu tertentu, maka penguatan
perilaku tersebut tidak akan lama dan bagaimanapun perilaku tersebut akan
terhenti.
·
Extinction burst
Salah
satu karakteristik dari proses extinction
adalah jika salah satu perilaku yang tidak diberi penguat, mengalami
peningkatan dari segi frekuensi, durasi maupun intensitasnya, sebelum pada
akhirnya berkurang dan hilang untuk selamanya (Lerman & Iwata, 1994).
Contoh pertama, pada saat Rae tidak mendapatkan kopinya, dia menekan tombol
pada mesin pembuat kopi secara berulang (frekuensi meningkat), kemudian
menekannya dengan lebih keras (intensitas meningkat) sebelum akhirnya Rae
menyerah. Pada saat Greg mendapati pintu apartemennya terkunci, dia
menaik-turunkan handle sembari
mendorong slot pintunya beberapa kali (intensitas meningkat) kemudian dia
mendorong slot pintu dengan lebih kuat lagi (intensitas meningkat) seelum
akhirnya menyerah. Peningkatan pada frekuensi, intensitas, dan durasi selama
proses extinction disebut
dengan Extinction Burst.
Cermati juga contoh lainnya :
Pada saat Mark
menekan tombol ON pada remote Tvnya dan ternyata Tvnya tidak menyala
(baterainya mati), Mark menekannya lebih lama (durasi meningkat), dan lebih
keras (intensitas meningkat) sebelum akhirnya menyerah. Perilaku Mark yang
menekan tombol ON tidak dikuatkan oleh TV yang menyala, oleh karena itu dia
berhenti menekan. Tetapi sebelum itu dia menekan remote dengan lebih lama dan
lebih keras (extinction burst).
Setiap malam,
Amanda 4 tahun, terbangun dan menangis di sela-sela waktu tidurnya selama 10 –
15 menit, kemudian orang tuanya mendatangi kamarnya dan menemaninya hingga ia
merasa ngantuk. Setelah bertanya pada seorang dokter anak, orang tua amanda
mencoba untuk tidak datang atau menanyakan keadaannya ketika Amanda menangis
pada saat jam tidur. Pada malam pertama Amanda menangis selama 25 menit sebelum
kembali tidur. Pada akhir minggu Amanda berhenti menangis pada saat jam tidur.
Pada saat mereka (ortu Amanda) tidak masuk ke kamar Amanda setelah dia
menangis, mereka telah mengaplikasikan extinction.
Peningkatan tangisan pada malam pertama merupakan extinction burst. Sekali orang tua menerapkan extinction, dilaporkan adanya
peningkatan perilaku namun kemudian berkurang dan akhirnya berhenti semuanya.
Karakteristik
lain pada extinction burst
adalah perilaku novel (perilaku yang tidak secara khusus menyusun pada setiap
bagian situasi) muncul menyertai perilaku utama ketika penguatan tidak
diberikan. Sebagai contoh ketika Amanda menangis, orang tuanya tidak
mendatanginya. Amanda menangis lebih lama dan lebih keras (intensitas dan
durasinya meningkat), tidak hanya itu amanda juga ketakutan dan memukuli
bantalnya. Pada contoh pertama rae tidak hanya menekan tombol mesin pembuat
kopi secara berulang ketika kopinya tidak keluar, tetapi juga menekan tombol
untuk mengeluarkan uangnya dan mengguncang mesin tersebut (novel behavior).
Sesekali,
perilaku novel yang muncul bersamaan dengan extinction burst termasuk di dalam nya adalah respon emosi.
Sebagai contoh Rae akan menunjukkan kemarahannya dan memaki-maki mesin pembuat
kopi atau bahkan menendangnya. Azrin, Hutchinson, dan Hake (1988) mengatakan
jika perilaku agresiif sering terlihat pada saat extinction diterapkan. Hal ini
tidak biasa bagi anak kecil untuk menunjukkan respon emosi pada saat
perilakunya tidak mendapat penguatan. Siapa yang melarang anak-anak meminta
permen akan menyebabkan anak menangis dan ketakutan. Orang tua secara tidak
sengaja menguatkan tangisan dan ketakutan anak dengan cara memberikan anak-anak
beberapa buah permen. Perilaku memberikan permen untuk anak-anak merupakan
sebuah reinforcement negatif
untuk menghilangkan rasa takut dan tangisan anak-anak.
Extinction burst akan mengalami
peningkatan pada perilaku yang tidak dikuatkan, atau bagian-bagian perilaku
novel (dan terkadang reaksi emosi) pada periode waktu tertentu, ini adalah hal
yang wajar untuk menghilangkan penguat positif. Peningkatan frekuensi,
intensitas, atau durasi pada perilaku yang tidak dikuatkan (perilaku yang akan
dihilangkan) atau perilaku novel yang menyusun selama proses extinction akan menjadi penguat dan
demikianlah extinction burst
dijelaskan.
·
Sifat – sifat Extinction
Pola
berkurangnya perilaku setelah dihentikannya pemberian penguatan tergantung pada
beberapa faktor, antara lain :
a. Jadwal
pemberian penguatan
Pola
berkurangnya perilaku setelah dihentikannya penguatan tergantung pada jadwal
pemberian penguatan sebelum prosedur penghapusan ini. Jadwal penguatan
terus-menerus lebih cepat proses hapusnya daripada jadwal berselang. Jadwal
bervariasi lebih resistan daripada jadwal berjangka sama.
b. Banyaknya
penguatan
Makin banyak berulang pemberian penguatan pada masa
lampau, makin resisten perilaku terhadap penghapusan. Demikian juga semakin
besar kuantitas penguatan yang telah dinikmati, makin resisten perilaku.
c. Deprivasi
Makin besar deprivasi subjek terhadap penguatan dan makin
vital penguatan yang dideprivasikan, makin sulit perilaku dihapus.
d. Usaha
Makin besar usaha yang dibutuhkan untuk melaksanakan
perilaku yang mendapat penguatanan, makin cepat penghapusan tercapai.
Misalnya Prapto meminjam
uang ke kakaknya. Kakaknya tidak mau meminjami lagi karena ternyata digunakan
untuk berjudi. Sering tidaknya dia meminjam lagi juga dipengaruhi jarak rumah
Parto dengan kakaknya, makin jauh perilaku makin cepat hilang, dan sebaliknya.
Selain
sifat-sifat di atas, sifat lain yang perlu dipahami adalah adanya peristiwa
kambuh (spontaneous recovery).
Bila terjadi peristiwa kambuh dan penguatan lama diberikan, maka perilaku akan
terus berulang, bahkan makin sukar untuk dihapuskan (makin resisten). Ini
seakan-akan meyakinkan bahwa apabila orang cukup gigih, tujuan akan tercapai juga.
· Penggunaan Efektif
Prosedur Extinction
1. Menemukan penguatan yang memelihara perilaku
Perlu ditemukan penguatan yang mengontrol perilaku
sasaran dan kemudian mencegah terjadinya penguatan. Agar prosedur penghapusan
efektif, semua sumber penguatan harus ditemukan dan dikendalikan. semakin
sering penguatan inkonsisten ini terjadi, semakin sulit dihapus perilaku ini.
2. Komunikasi jelas dan tegas
Beberapa perilaku tidak perlu sama sekali dihapus, tetapi
perlu dikontrol agar tidak berlangsung pada saat-saat tertentu, atau hanya
berlangsung pada saat-saat tertentu. Perlu diperjelas kapan boleh/tidak. Contoh:
anak gak boleh ngajak ngobrol waktu sholat
3. Menjalankan prosedur ini cukup lama
Peningkatan perilaku pada permulaan prosedur penghapusan
diterapkan, sering membuat pengontrol penguatan menyerah. Berkurangnya perilaku
yang perlahan-lahan membuat orang tidak sadar atau prasangka bahwa program ini
telah gagal. Untuk itu perlu dibuat pencatatan perilaku sasaran dari hari ke
hari.
4. Mengombinasikan dengan prosedur lain
Prosedur penghapusan lebih efektif bila dikombinasikan
dengan prosedur lain. Efek ini mendukung tercapainya penghapusan karena subjek
telah mendapatkan cukup penguatan dengan cara baru karena cara lama sudah tidak
efektif lagi. Contoh: anak nakal karena minta perhatian – perilaku nakal lebih
cepat hilang bila kenakalan tidaka mendapat perhatian lagi dari ibunya
(penghapusan), ibunya akan memperhatikan jika ia tidak nakal (positif
reinforcement).
·
Faktor – faktor yang mempengaruhi Extinction
Ada
dua faktor penting yang dapat mempengaruhi proses Extinction, yaitu:
1. Rencana
penguatan (reinforcement)
sebelum extinction
2. Peristiwa
penguatan setelah extinction
Sebagian
rencana penguatan (Reinforcement)
akan menentukan apakah hasil-hasil extinction
perilaku dapat berkurang dengan cepat ataupun secara berangsur-angsur.
Munculnya peristiwa dari sebuah perilaku diikuti oleh adanya penguat. Dalam
penguatan yang sesaat, tidak semua perilaku-perilaku yang dihasilkan berasal
dari sebuah penguat. Akan tetapi terkadang perilaku juga di beri penguatan.
Ketika sebuah perilaku secara terus menerus diberi penguatan, pengurangan
secara cepat diakhiri hanya dengan satu kali penguatan. Ketika sebuah perilaku
diberi penguatan sesaat, maka secara berangsur-angsur selalu lebih berkurang
dari sekali penguatan telah berakhir. Namun perubahan dari penguatan untuk pengurangan
akan lebih berbeda ketika sebuah perilaku diperkuat sepanjang waktu daripada
hanya diberikan beberapa kali.
Misalnya,
jika kita mengambil uang dalam mesin dan menekan tombol, kita akan mendapatkan
pilihan-pilihan yang kita inginkan. Ini adalah sebuah kasus penguatan secara
berulang-ulang, dan penurunan perilaku selama pengurangan akan cepat. Kita
tidak akan melanjutkan untuk mengambil uang dalam mesin jika kita tidak terlalu
lama mendapatkan uangnya. Berkurangnya penguatan akan segera terlihat. Itu akan
sama dengan apa yang terjadi ketika kita mengambil uang di tempat mesin atau
mesin video spekulasi. Itu adalah sebuah kasus tentang penguatan yang sesaat.
Mengambil uang dalam slot mesin sesekali hanya diperkuat dari sukses
mendapatkan jakpot dan memenangkan uang dari mesin. Jika mesin telah rusak dan
tidak dapat kembali memproduksi jakpot (bukan penguatan), kita mungkin
mengambil lebih banyak koin ke dalam mesin sebelum akhirnya menyerah. Dari
itulah kita mengambil berspekulasi untuk berhenti karena itu adalah paling
sulit untuk menentukan itu semua bukanlah penguatan yang panjang untuk
perilaku.
Penguatan
yang sebentar-sebentar sebelum pengurangan menghasilkan perlawanan terhadap
pengurangan, perilaku pengurangan tetap dilaksakan. Penguatanyang berlanjut
sebelum pengurangan menghasilkan lebih sedikit perlawanan terhadap pengurangan
dan perilaku yang tekun. Karena perlawanan pada pengurangan, daftar penguatan
sebelum pengurangan menghasilkan pada keberhasilan penggunaan pengurangan dalam
sebuah program modifikasi perilaku.
Faktor
yang kedua adalah peristiwa penguatan setelah pengurangan. Jika penguatan
terjadi dalam bagian dari pengurangan, akan lama dalam perilaku untuk
mengurangi perilaku. Ini karena penguatan dari perilaku pengurangan telah
dimulai, jumlah pada penguatan yang sebentar-sebentar, dan membuat perilaku
lebih melawan terhadap pengurangan. Faktanya, jika perilaku diperkuat selama
satu episode sembuh secara tiba-tiba, mungkin perilaku selanjutnya meningkat
pada level ini sebelum pengurangan.
·
Kelebihan Prosedur Extinction
1. Prosedur ini dikombinasikan dengan prosedur lain telah
terbukti efektif diterapkan dalam berbagai macam situasi. Berlangsung cepat
apabila dikombinasikan dengan penguatanan perilaku yang diingini. Contohnya
adalah Mengajari anak yang rewel jika minta sesuatu. Bila ia masih meminta
dengan cara rewel, ia tidak mendapat yang diminta, kalau ia meminta dengan cara
yang diajarkan baru dikasih.
2. Prosedur penghapusan menimbulkan efek yang tahan lama.
Contoh perilaku rewel diatas tidak akan kambuh bila tidak mendapat penguatan.
3. Prosedur penghapusan tidak menimbulkan efek sampingan
se-negatif prosedur-prosedur yang menggunakan stimulus aversif.
·
Kelemahan Prosedur Extinction
1. Efek tidak terjadi dengan segera.
Efek penghapusan biasanya tidak seketika terjadi. Setelah
konsekuensi yang mengukuhkan dihilangkan, perilaku-sasaran tetap berlangsung
sampai waktu tertentu. Ini dapat menimbulkan masalah dalam penerapannya.
Contoh: perilaku yang membahayakan diri sendiri (misal anak-anak mengejar
layang-layang ke jalan raya) maupun yang membahayakan orang lain (misal
desdruktif dan agresif) harus dihentikan segera
2. Frekuensi dan intensitas sementara meningkat.
Pada saat-saat permulaan penguatan tidak diberikan,
frekuensi dan intensitas perilaku sasaran cenderung bertambah. Oleh karena itu,
memilih saat yang tepat menghentikan pemberian penguatan sangat penting. Contoh:
anak rewel dilayani ketika ada tamu agar diam.
3. Perilaku-perilaku lain, termasuk perilaku agresif, sering
timbul.
Kenaikan dan frekuensi dan intensitas sementara diikuti
oleh perilaku-perilaku lain sebagai usaha mendapat penguatan, termasuk perilaku
agresif. Perilaku agresif disebabkan oleh kekecewaan tidak diperolehnya
penguatan yang biasa diperoleh.
4. Imitasi perilaku oleh orang lain.
Pada permulaan penghapusan, perilaku yang berulang-ulang
timbul dan tidak mendapat perhatian yang berwenang, oleh orang lain yang
melihatnya disangka mendapat persetujuan, akibatnya perilakunya cenderung
ditiru. Anak-anak mencari perhatian guru dengan
mengusuli teman. Guru melakukan ekstinsi. Ia hanya memperhatikan siswa yang
tenang. Karena guru tidak mengambil tindakan yang menyolok, pada anak – anak tersebut,
maka mereka mengira guru tidak keberatan. Mereka mulai meniru perilaku
tersebut. Kesukaran menemukan
penguatan yang mengontrol. Kadang-kadang terlihat jelas penguatan apa yang
menimbulkan perilaku yang berulang. Kadang-kadang sulit sekali untuk menemukan,
terutama bila penguatan terjadi pada jadwal yang sangat jarang. Begitu
jarangnya konsekuensi penguatan ditemukan, sampai seorang pengamat gagal
mengendalikannya.
5. Kesukaran menghentikan penguatan
Kadang-kadang ditemukan penguatan yang tidak mungkin
dipisahkan dari perilaku sasaran, karena sudah terpadu atau alamiah merupakan
konsekuensi perilaku tersebut. Contoh: ujian – nilai baik, ngemil – tenang,
kecanduan narkoba – lari dari masalah, punya teman, nikmat, dll
·
Prosedur dari hukum Extinction
Prosedur
penghapusan (extinction) adalah
prosedur menghentikan pemberian penguatan pada perilaku yang semula dikuatkan
sampai ke tingkat sebelum perilaku tersebut dikuatkan. Beberapa perilaku yang
memerlukan prosedur penghapusan seperti tindakan mengacaukan kelas, tindakan
agresif, amarah yang berlebihan, perilaku bukan belajar, dan membual. Contoh
sederhananya adalah Andi selalu melompat-lompat di atas tempat duduknya sambil
berteriak-teriak ketika ia ingin menjawab pertanyaan dari gurunya. Hal itu ia
lakukan supaya mendapatkan perhatian semua orang di kelas. Gurunya ingin
merubah perilaku Andi dengan cara tidak memberi perhatian kepada Andi ketika ia
bersikap berlebihan. Justru gurunya meminta Andi menjawab pertanyaan ketika ia
sedang duduk diam. Perilaku ribut Andi tidak mendapat penguatanan gurunya,
sehingga diharapkan perilaku tersebut tidak berulang.
Kita
tahu bahwa dalam reinforcement ada dua prosedur, yaitu positive dan negative
reinforcement. Begitu juga dengan extinction,
Sebuah perilaku dapat mengalami pengurangan terlepas dari apakah karena diberi
reinforcement positif atau negatif. Intinya,,baik reinforcement maupun extinction
adalah untuk mengurangi atau menghentikan perilaku yang tidak diinginkan. Namun
ada dua hal yang membedakannya. Yang pertama yaitu apabila sebuah perilaku
secara positif diberi penguatan, maka konsekuensinya akan dimunculkan atau
ditambahkan setelah perilaku tersebut dilakuka. Oleh karena itu, pengurangan
perilaku karena diberi reinforcement positif melibatkan pengurangan perilaku
yang sebelumnya sudah diberikan setelah perilaku tersebut dilakukan.Dengan kata
lain,, ketika sebuah perilaku menghasilkan konsekuensi penguatan, maka perilaku
yang diinginkan pun tidak lama kemudian dapat terjadi.
Sedangkan
jika dalam kasus reinforcement negative, perilaku dihilangkan atau dikurangi
karena adanya stimulus aversive.
Oleh karena itu extinction karena
reinforcement negative mengakibatkan perilaku yang tadinya sudah ada penguatan
bisa jadi berkurang atau bahkan musnah karena dihilangkannya penguat tersebut.
Dengan kata lain, ketika sebuah perilaku mengakibatkannya menghindar dari
aversive stimulus maka secara otomatis perilaku tersebut akan berhenti.
Contohnya katakan saja seseorang memakai sejenis penutup telinga sewaktu
bekerja di pabrik untuk mengurangi suara bising dari berbagai peralatan
perusahaan. Ketika penutup telinga itu tidak dipakai ternyata setelah itu
merasa bunyi bising berkurang maka otomatis orang tersebut akan berhenti
memakai penutup telinga tersebut. Perilaku memakai penutup telinga menjadi
berkurang karena hal tersebut menjadi jalan keluar dari kebisingan suara di pabrik.
Jadi,kesimpulan
dari prosedur extinction
adalah:
1. Reinforcer
positif diberikan tidak lama setelah perilaku.
2. Aversive
stimulus dihilangkan tidak lama setelah perilaku.
Atau bisa juga kami simpulkan Hukum
Extinction tersebut adalah
seperti di bawah ini:
a. Law of Respondent Extinction yakni
hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu
didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan
menurun.
b. yaitu
jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu
tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun
bahkan musnah.
Penelitian oleh brian Iwata dan
rekan-rekannya (Iwata, kecepatan, Cowdery, & milten Berger, 1994) telah
menunjukkan bahwa secara prosedural kepunahan adalah suatu perilaku yang
berbeda ketika telah maintened oleh penguatan positif dan penguatan negatif.
Iwata dan koleganya mempelajari perilaku yang merugikan diri sendiri (seperti memukul
diri sendiri) yang ditunjukkan oleh anak-anak yang mengalami keterbelakangan
mental. Ketika mereka menemukan bahwa diri-cedera itu positif diperkuat oleh
perhatian dari orang dewasa, mereka dilaksanakan kepunahan dengan menghapus
perhatian dewasa setelah perilaku Bagi beberapa anak, bagaimanapun, melukai
diri itu negatif diperkuat: merugikan diri perilaku mengakibatkan melarikan
diri dari tugas akademis. Dengan kata lain, seorang guru berhenti membuat
permintaan pada seorang anak (dihapus oleh permintaan akademis) sekali anak
strated untuk terlibat dalam merugikan diri behavior.in kasus ini penguatan
negatif, kepunahan yang diperlukan guru untuk tidak menghapus permintaan
akademik setelah melukai diri Oleh karena itu, perilaku yang merugikan diri mengakibatkan
tidak lagi melarikan diri dari situasi pengajaran Iwata dan rekan-rekannya
dengan jelas menunjukkan bahwa jika kepunahan tersebut terjadi, reinforcer bagi
tingkah laku harus diidentifikasi dan dihapuskan, proses tidak berfungsi
sebagai kepunahan.
Edward Carr dan koleganya (Carr, Newsom,
& binkoff, 1980) mengamati perilaku anak-anak dengan kelainan mental
reatardation Mereka menunjukkan bahwa perilaku agresif di dua anak terjadi
hanya dalam situasi permintaan dan berfungsi sebagai perilaku melarikan diri
Dengan kata lain, perilaku agresif negatif diperkuat oleh permintaan
penghentian.
Bagaimana kepunahan digunakan dengan
perilaku agresif dua anak ini? Carr dan koleganya menunjukkan bahwa ketika anak
tidak bisa lari dari situasi permintaan dengan terlibat dalam perilaku agresif,
perilaku agresif menurun drastis. Karena melarikan diri adalah memperkuat
perilaku agresif, mencegah melarikan diri berfungsi sebagai kepunahan.
BAB
III
PENUTUP
· Kesimpulan
Extinction
terjadi karena reinforcement yang mempertahankan sebuah perilaku dihilangkan
atau tidak lagi disediakan. Pada mulanya akan tetap muncul respon yang
dipelajari,namun kemudian respon-respon ini secara bertahap akan berkurang dan
pada akhirnya menghilang.
Selama
perilaku diperkuat, setidaknya sesekali, maka akan terus terjadi. Jika perilaku
tidak lagi diikuti dengan konsekuensi yang memperkuat,maka perilaku tidak
muncul. Ketika perilaku berhenti terjadi karena tidak lagi diperkuat, dapat
dikatakan bahwa perilaku telah mengalami kepunahan atau perilaku telah
dipadamkan (extinction).
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar