Jumat, 17 Mei 2013

modifikasi tingkah laku



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Anak usia dini merupakan pribadi yang unik, yang berbeda dengan orang dewasa. Anak usia dini mempunyai karakteristik tersendiri, yang terkadang membuat orang dewasa disekitarnya menjadi terkaget-kaget bila melihat dan mendengarkan  perilaku maupun percakapan mereka dengan teman sebayanya.
Berbicara mengenai perkembangan perilaku sosial pada anak usia dini ( 3 – 4 tahun ), banyak hal yang menarik di dalamnya. Anak usia 3-4 tahun yang dalam hal ini masih berada di rentang usia kelompok Bermain, mempunyai karakteristik tersendiri dalam perkembanganya. Khususnya dalam perkembangan perilaku sosial, anak perlu dibiasakan dan diajarkan bagaimana cara mereka  berinteraksi dalam lingkungan sosial di lingkungannya.
Pembelajaran perkembangan perilaku sosial yang biasa dilakukan dalam lingkungan keluarga, sangat penting agar kelak anak – anak menjadi pribadi yang santun, mempunyai rasa empati, simpati, tenggang rasa, saling menghormati, dan mempunyai sifat sosial yang baik. Dengan mempunyai bekal dengan pembiasaan berinteraksi sosial dan berperilaku yang baik, maka insya Allah, kelak anak-anak kita akan menjadi generasi penerus bangsa yang mempunyai kecerdasan sosial dan kecerdasan interpersonal yang akan mengaharumkan bangsa dan negaranya.

B. Masalah





BAB II
PEMBAHASAN
                                        
A.    Pengertian Shaping
Shaping adalah pembentukan perilaku baru atau perilaku yang belum pernah dilakukan individu, dan sulit atau tidak mungkin untuk memunculkan perilaku baru yang diinginkan tersebut, dengan cara memberi pengukuh/penguat jika telah muncul perilaku-perilaku yang menyerupai atau mendekati perilaku yang diinginkan, sehingga pada akhirnya memunculkan perilaku yang sama sekali baru yang diinginkan.
Jadi shaping itu adalah prosedur yang digunakan untuk membentuk perilaku seorang individu. Karena perilaku memiliki tingkat kejadian, maka tidak mungkin untuk meningkatkan frekuensi perilaku hanya dengan menunggu sampai terjadi dan kemudian baru menguatkannya. Oleh karena itu, untuk memperkuat perilaku harus memperkuat respon mulai dari nol sampai ke frekuensi yang lebih besar.
Shaping didefinisikan sebagai perkembangan perilaku baru oleh penguatan berturut-turut dari perilaku yang ingin dikuatkan sebelumnya. Kadang-kadang perilaku baru terjadi ketika seorang individu menampakkan beberapa perilaku awal, dan lingkungan (orang lain) memperkuat variasi-variasi kecil dalam perilaku. Akhirnya bahwa perilaku awal dapat dibentuk sehingga bentuk akhir tidak lagi menyerupai perilaku awal.
Kebanyakan orang tua menggunakan prosedur pembentukan dalam mengajar anak-anak mereka untuk berbicara, misalnya saja ketika pertama kali bayi mulai mengoceh, ia mengikuti bahasa asli orangtua walaupun masih mereka-reka. Pada saat mulai mengoceh inilah orangtua memperkuat perilaku misalnya dengan belaian, pelukan atau ciuman pada sang anak.



Ada dua cara untuk membentuk sebuah respon, yaitu :
1.      Eksternal shaping
Jika kita menghendaki seseorang melakukan sebuah respon tertentu, misalnya menekan pengumpil untuk memperoleh makanan, maka lingkungan dapat diatur sedemikian rupa sehingga respon ini kemungkinan besar dilakukan. Dalam bahasa skinner, respon-respon dalam conditional klasik dibentuk secara tidak begitu kaku, sedang respon-respon instrumental dibentuk secara tidak begitu kaku tetapi masih tetap berada dibawah penguasaan kondisi luar.
2.   Internal shaping
Internal shaping dapat terjadi dalam lingkungan yang sangat bebas dan sangat tidak berstruktur. Diberi nama internal shaping karena tekanan konstan terhadap tingkah laku datangnya dari dalam organisme, bukan dari lingkungan fisik. Skinner (1951) bahwa proses internal shaping dapat dilukiskan dengan cukup obyektif, tetapi pelaksanaannya memerlukan kecerdasan, akal, dan keahlian yang besar dari orang yang melakukan shaping.
Proses shaping akan sangat berjalan dengan sangat cepat dan efektif bila reinforcement tepat bersamaan waktu dengan respon. Dalam shaping ada tahapan-tahapan dalam menuju perilaku akhir, meskipun belum sampai pada perilaku akhir yang diharapkan, apabila seseorang itu telah berubah atau membentuk perilaku baru maka diberikan penguatan (reinforcement). 

B.     Aspek Perilaku Yang Dapat Dibentuk
Ada tiga aspek perilaku yang bisa dibentuk :
1.   Topografi
Pembentukan bentuk respon tertentu atau tindakan spesifik. Mencetak kata / mengikuti perkataan dan menulis kata yang sama adalah respon yang sama yang dibuat dengan dua topografi yang berbeda. Contohnya membentuk seorang anak untuk mengatakan “mama” buka “ma-ma”
2.    Jumlah
Pembentukan perilaku yang dilakukan dengan peningkatan jumlah. Contoh; seorang anak yang belajar berjalan, pada mulanya dia hanya bisa berjalan beberapa langkah saja, namun lama kelamaan karena diperkuat akhirnya anak dapat berjalan dengan mulus tanpa tertatih.
3.    Intensitas kekuatan suatu respon
Pembentukan perilaku yang dilakukan dengan peningkatan intensitas/keseringan. Contohnya, seorang anak yang kurang diperhatikan orangtuanya, lalu ia rajin membersihkan rumah dan sang anak mendapatkan perhatian orangtuanya, akhirnya anak tersebut akan lebih sering mengulangi perbuatannya agar terus mendapatkan perhatian orangtuanya.
Contoh untuk ketiga aspek tersebut:
Anak dapat menyimpan sepatu di rak sepatu.
Secara topografi         : hari ke1 anak bisa menyimpan sepatunya sendiri
Secara jumlah            : hari ke2 anak dapat  menyimpan sepatu temannya
Secara intensitas          : hari ke3 anak dapat menyipan lebih dari dua pasang sepatu dengan rapi.

  C.  Penerapan Shaping
Penerapan untuk melaksanakan shaping yaitu:
1.   Menentukan perilaku akhir yang diinginkan
Langkah pertama dalam shaping adalah mengidentifikasikan dengan jelas perilaku akhir yang diinginkan, yang sering disebut sebagai perilaku terminal (tujuan akhir). Dalam kasus anak yang mencoba berjalan tadi, perilaku terakhir yang diinginkan adalah berjalan tanpa bantuan, misalnya dari ruang TV sampai ruang makan. Dengan definisi yang spesifik seperti ini, ada sedikit kemungkinan bahwa orang yang berbeda akan mengembangkan harapan yang berbeda mengenai kinerja sang anak. Jika orang yang berbeda bekerja dengan individu yang mengharapkan hal yang berbeda, maka kemajuan cenderung terbelakang. Akhir perilaku yang diinginkan harus dinyatakan sedemikian rupa sehingga semua karakteristik dari perilaku (topografi, jumlah maupun intensitas) diidentifikasi.
2.   Pemilihan pemulaian tingkah laku (memilih perilaku)
Karena terminal perilaku yang diinginkan tidak terjadi pada awalnya perlu memperkuat beberapa perilaku yang mendekati itu, dan mengidentifikasi titik awal. Tujuan program awal ini adalah untuk membentuk perilaku, dengan memperkuat titik awal ke final yang diinginkan meskipun titik awal mungkin sama sekali berbeda dengan perilaku terminal. 
3.    Pemilihan langkah-langkah pembentukan (langkah memilih Shaping)
Tahap ini membantu kita untuk mendekati akhir perilaku yang diinginkan. Contoh; anggaplah akhir perilaku yang diharapkan dalam program membentuk seorang anak berkata “papa”, telah ditetapkan bahwa anak berkata “Paa” dan respon ini diatur sebagai perilaku awal. Kita andaikan bahwa kita memutuskan untuk pergi dari perilaku awal “Paa” melalui langkah-langkah beriku “Paa-Paa”, “Pa-Pa”, dan “Papa”.
Untuk memulai, penguatan diberikan pada sejumlah kesempatan untuk memancarkan perilaku awal (“Paa”). Ketika perilaku ini terjadi pelatih bergerak ke langkah berikutnya dan memperkuat langkah demi langkah sampai anak akhirnya berkata “papa”.
Memang tidak ada seperangkat pedoman untuk mengidentifikasi ukuran langkah yang ideal, namun dalam usaha untuk menentukan langkah-langkah perilaku awal ke terminal perilaku, pelatih sudah bisa membayangkan langkah-langkah yang akan dilalui.
4.      Bergerak untuk memperbaiki
Ada beberapa aturan praktis untuk memperkuat respon akhir yang diinginkan :
a)      Jangan bergerak terlalu cepat ke langkah berikutnya. Masuk ke langkah selanjutnya dapat dilakukan apabila langkah sebelumnya telah mapan.
b)      Lanjutkan dalam langkah-langkah cukup kecil. Jika tidak, langkah sebelumnya akan hilang. Namun, jangan membuat langkah-langkah kecil yang tidak perlu.
c)      Jika kehilangan suatu perilaku karena anda bergeerak terlalu cepat atau terlalu besar mengambil langkah, kembali ke langkah awal dimana anda dapat mengambil perilaku lagi.
Pedoman ini mungkin tidak begitu membantu. Di satu sisi, disarankan untuk tidak bergerak terlalu cepat dari satu pendekatan ke pendekatan lain. Di sisi lain, disarankan untuk tidak bergerak terlalu lambat. Jika kita bisa menyertai pedoman ini dengan rumus matematika untuk menghitung ukuran yang tepat langkah-langkah ynang harus diambil dalam setiap situasi dan persis berapa banyak bala bantuan harus diberikan pada setiap langkah, pedoman akan jauh lebih berguna. Shaping memerlukan banyak latihan dan keterampilan jika harus dilakukan dengan efektivitas maksimum.

D.    Perilaku Untuk Pembentukan Umum
1.    Memilih perilaku akhir, pilihlah perilaku yang spesifik ( seperti bekerja dengan tenang selama 10 menit di meja ) dan bukan yang umum ( seperti perilaku yang baik di kertas ). Jika memungkinkan pilihlah perilaku yang akan  terjadi dengan reinforcer alami.
2.   Pilihlah memperkuat (reinforcer) yang alami
3.   Rencana awal. Membuat daftar perilaku yang dianggap berhasil yang mendekati perilaku yang diinginkan untukperilaku paling awal, pilihlah perilaku yang mirip dengan yang sudah dilakauakan dengan subjek yang bersangkutan.
4.   Penerapan rencana. Katakan pada siswa sebelum menerapkan program mengenai program yang bersangkutan. Mulailah memberikan reinforcer begitu dengan yang dijalankan. Jangan menuju ke langkah berikutnya sebelum siswa berhasil melakukan tugas dengan sempurna. Berikan reinforcer secukupnya jangan berlebihan atau terlalu pelit. Jika anak mogok, dengan kemungkinan tugas yang terlalu berat atau langkah yang terlalu cepat, atau reinforcer tidak efektif.

E. Faktor-Faktor  Yang  Memperngaruhi  Ke Efektifan  Shaping
1. Menentukan Perilaku Diinginkan Akhir (Specifying the Final Desired Behavior) 
Tahap pertama dalam penerapan shaping adalah mengidentifikasi secara jelas perilaku akhir yang diinginkan, Biasa disebut dengan terminal behavior. Jika terapis dan klien memiliki tujuan perilaku akhir yang berbeda, maka akan menghambat tercapainya kemajuan, karenanya perilaku akhir harus diidentifikasi secara jelas termasuk dalam dimensi yang mana.

2.
Memilih Perilaku Mulai (Choosing a Starting Behavior)
Karena reinforcement diberikan pada perilaku yang mendekati target, maka kita harus menentukan starting pointnya. Baik yang similar atau bahkan tidak similar.

3.
Memilih Langkah Membentuk (Choosing the Shaping Steps)
Tahap shaping harus ditentukan secara teliti dan jelas. Tidak ada ukuran yang pasti dalam menyusun tahapan shaping. Setelah tahapan shaping ditentukan namun kemajuannya tidak signifikan, maka dapat secara fleksibel berubah.

4. Pindahan Pase yang Benar (Moving Along at the Correct Pace).
Ada beberapa aturan yang dapat diterapkan dalam memberikan reinforcement dalam suatu tahap shaping.
a. Berikan reinforcement paling tidak beberapa kali sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya.
b. Hindari pemberian penguatan (reinforcement) yang terlalu sering pada tiap tahap. Jika pemberian penguatan (reinforcement) pada satu tahap bertahan dalam waktu yang lama, maka perilaku itu akan menetap secara kuat dan sulit untuk beralih ke tahap selanjutnya.
c. Jika kehilangan salah satu perilaku karena bergerak terlalu cepat, maka kembalilah ke perilaku sebelumnya.
Pada anak-anak dengan kebutuhan khusus, justru perilaku merusak yang diperkuat atau orang tua terkadang tidak responsif dengan kemajuan yang telah dicapai anak karena mungkin pengharapan bahwa jika anak sudah mencapai prilaku.
1.      Prilaku (behavior)
a. Tentukan perilaku secara spesifik
b. Jika memungkinkan pilih perilaku yang dapat tetap terkontrol oleh natural reinforcer setelah dilakukan prgram shaping

2. Penguat (reinforce)
Memilih reinforcer yang sesuai untuk klien

3. Rencana awal (The initial plan)
a.  Buatlah daftar perilaku secara bertahap dimulai dari starting behavior
b. Initial plan biasanya “educated guesses” (tebakan yang cerdas), namun dapat dimodifikasi tergantung dari kinerja klayen (performance klien)

4. Mengimplementasikan rencana (Implementing the plan)
 a. Sebelum dimulai, beritahukan kepada klien tentang rencana yang akan dilakukan
 b. Mulai memberikan reinforcement segera setelah starting behavior dilakukan
 c. Jangan berpindah ke tahap selanjutnya sebelum klien menguasai perilaku tersebut

d. Jika anda tidak yakin kapan harus meningkat ke tahap selanjutnya, maka majulah ke tahap berikutnya setelah klien mampu memperlihatkan perilaku sebanyak 6 atau 10 kali
e. Jangan memberikan reinforcement terlalu sering atau terlalu jarang pada tiap tahapnya
f. Jika klien tidak lagi mengikuti program, bisa jadi terapis terlalu cepat meningkat ke tahapan berikutnya atau reinforcer tidak efektif

Contoh Penerapan Shaping :


BAB I

PENDAHULUAN

·         Latar belakang
Upaya penanganan terhadap anak berkebutuhan khusus dari waktu ke waktu meningkat sejalan dengan perkembangan teknologi. Peningkatan tersebut dapat dilihat minimal dari dua sudut, yaitu segi preventif dan segi kuratif. Dari segi preventif, penanganan lebih diarahkan pada upaya menekan terjadinya kelainan, terutama kelainan negatif melalui pendekatan medis maupun pendekatan psikologis dan pedagogis. Upaya preventif medis dilakukan melalui deteksi dini terhadap kelainan yang terjadi sejak konsepsi sampai sepanjang perkembangan anak dengan menggunakan prosedur medis. Misalnya pencegahan terjadinya infeksi dan keracunan selama proses kehamilan, pemberian nutrisi yang lengkap selama proses kehamilan, dan pemeriksaan kehamilan rutin terhadap kehamilan ibu, serta pengawaan yang ketat terhadap proses kelahiran (dilakukan oleh bidan dan dokter). Upaya medis juga dilakukan pada usia bayi, kanak – kanak dan anak melalui pemeriksaan rutin sejak bayi sampai masa anak berakhir. Deteksi dilakukan terhadap kemungkinan terhadap infeksi, kelainan, kekurangan gizi, cedera, dan keracunan selama perkembangan anak dengan pemeriksaan rutin serta memberikan nutrisi tambahan yang memadai. Misalnya, dilakukan dengan penatalaksaan vaksinasi secara tepat, pemberian vitamin A dosis tinggi pada periode tertentu untuk mencegah kebutaan.
Upaya preventif psikologis – pedagogis untuk menekan terjadinya kelainan pada anak dilakukan melalui mendeteksi dini dan stimulasi dini. Stimulasi dini dilakukan untuk memberikan layanan akselerasi terhadap  perkembangan perilaku anak dari sisi psikologis. Stimulasi dini dilakukan melalui media bermain dan latihan – latihan untuk mengembangkan fungsi motorik baik kasar maupun halus, dan fungsi kognitif serta fungsi afektif mereka. Melalui deteksi dini terhadap kelainan anak, intervensi dini, terhadap kemungkinan – kemungkinan yang akan terjadi pada perkembangan anak dapat dilakukan secara tepat sasaran. Walaupun upaya pencegahan terus diupayakan, namun kenyataannya masih banyak ditemukan berbagai kelainan yang terjadi pada perkembangan anak. Oleh karena itu upaya kuratif juga perlu dilakukan untuk menyembuhkan atau mengoreksi kelainan yang telah terjadi.
Dari sisi kuratif penanganan medis dilakukan dengan memberikan tindakan dan pengobatan yang tepat yang dilakukan oleh tim medis terhadap penyakit dan kelainan anak. Misalnya, tunagrahita yang mengalami hidrochepalus dilakukan operasi dan pembuatan saluran untuk mengeluarkan cairan di kepala. Anak celebral palcy dilakukan melalui terapi okupasi dan bermain untuk relaksasi otot serta sendi sebagai dasar untuk penguasaan motorik kasar maupun motorik halus, anak yang mengalami gangguan jalan dibuatkan alat bantu jalan, dan sebagainya. Dari sisi korektif penanganan anak berkebutuhan khusus diarahkan untuk menyembuhkan dan memperbaiki perilaku – perilaku menyimpang yang terjadi pada anak. Dari sisi ini, penanganan dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan, baik medik maupun pedagogis – psikologis. Salah satu pendekatan pedagogis – psikologis adalah modikasi perilaku.

BAB II
PEMBAHASAN

·           Pengertian Extinction
Extinction merupakan salah satu fenomena – fenomena  dalam kondisi klasik yang artinya adalah menurunnya frekuensi respon bersyarat bahkan akhirnya menghilangnya respon bersyarat akibat ketiadaan stimulus alami dalam proses kondisioning atau secara singkat dapat diartikan hilangnya perilaku akibat dari dihilangkannya reinforcers. Maksudnya, sebuah perilaku yang telah dikuatkan untuk periode waktu tertentu, maka penguatan perilaku tersebut tidak akan lama dan bagaimanapun perilaku tersebut akan terhenti.
·           Extinction burst
Salah satu karakteristik dari proses extinction adalah jika salah satu perilaku yang tidak diberi penguat, mengalami peningkatan dari segi frekuensi, durasi maupun intensitasnya, sebelum pada akhirnya berkurang dan hilang untuk selamanya (Lerman & Iwata, 1994). Contoh pertama, pada saat Rae tidak mendapatkan kopinya, dia menekan tombol pada mesin pembuat kopi secara berulang (frekuensi meningkat), kemudian menekannya dengan lebih keras (intensitas meningkat) sebelum akhirnya Rae menyerah. Pada saat Greg mendapati pintu apartemennya terkunci, dia menaik-turunkan handle sembari mendorong slot pintunya beberapa kali (intensitas meningkat) kemudian dia mendorong slot pintu dengan lebih kuat lagi (intensitas meningkat) seelum akhirnya menyerah. Peningkatan pada frekuensi, intensitas, dan durasi selama proses extinction disebut dengan Extinction Burst. Cermati juga contoh lainnya :
Pada saat Mark menekan tombol ON pada remote Tvnya dan ternyata Tvnya tidak menyala (baterainya mati), Mark menekannya lebih lama (durasi meningkat), dan lebih keras (intensitas meningkat) sebelum akhirnya menyerah. Perilaku Mark yang menekan tombol ON tidak dikuatkan oleh TV yang menyala, oleh karena itu dia berhenti menekan. Tetapi sebelum itu dia menekan remote dengan lebih lama dan lebih keras (extinction burst).
Setiap malam, Amanda 4 tahun, terbangun dan menangis di sela-sela waktu tidurnya selama 10 – 15 menit, kemudian orang tuanya mendatangi kamarnya dan menemaninya hingga ia merasa ngantuk. Setelah bertanya pada seorang dokter anak, orang tua amanda mencoba untuk tidak datang atau menanyakan keadaannya ketika Amanda menangis pada saat jam tidur. Pada malam pertama Amanda menangis selama 25 menit sebelum kembali tidur. Pada akhir minggu Amanda berhenti menangis pada saat jam tidur. Pada saat mereka (ortu Amanda) tidak masuk ke kamar Amanda setelah dia menangis, mereka telah mengaplikasikan extinction. Peningkatan tangisan pada malam pertama merupakan extinction burst. Sekali orang tua menerapkan extinction, dilaporkan adanya peningkatan perilaku namun kemudian berkurang dan akhirnya berhenti semuanya.
Karakteristik lain pada extinction burst adalah perilaku novel (perilaku yang tidak secara khusus menyusun pada setiap bagian situasi) muncul menyertai perilaku utama ketika penguatan tidak diberikan. Sebagai contoh ketika Amanda menangis, orang tuanya tidak mendatanginya. Amanda menangis lebih lama dan lebih keras (intensitas dan durasinya meningkat), tidak hanya itu amanda juga ketakutan dan memukuli bantalnya. Pada contoh pertama rae tidak hanya menekan tombol mesin pembuat kopi secara berulang ketika kopinya tidak keluar, tetapi juga menekan tombol untuk mengeluarkan uangnya dan mengguncang mesin tersebut (novel behavior).
Sesekali, perilaku novel yang muncul bersamaan dengan extinction burst termasuk di dalam nya adalah respon emosi. Sebagai contoh Rae akan menunjukkan kemarahannya dan memaki-maki mesin pembuat kopi atau bahkan menendangnya. Azrin, Hutchinson, dan Hake (1988) mengatakan jika perilaku agresiif sering terlihat pada saat extinction diterapkan. Hal ini tidak biasa bagi anak kecil untuk menunjukkan respon emosi pada saat perilakunya tidak mendapat penguatan. Siapa yang melarang anak-anak meminta permen akan menyebabkan anak menangis dan ketakutan. Orang tua secara tidak sengaja menguatkan tangisan dan ketakutan anak dengan cara memberikan anak-anak beberapa buah permen. Perilaku memberikan permen untuk anak-anak merupakan sebuah reinforcement negatif untuk menghilangkan rasa takut dan tangisan anak-anak.
Extinction burst akan mengalami peningkatan pada perilaku yang tidak dikuatkan, atau bagian-bagian perilaku novel (dan terkadang reaksi emosi) pada periode waktu tertentu, ini adalah hal yang wajar untuk menghilangkan penguat positif. Peningkatan frekuensi, intensitas, atau durasi pada perilaku yang tidak dikuatkan (perilaku yang akan dihilangkan) atau perilaku novel yang menyusun selama proses extinction akan menjadi penguat dan demikianlah extinction burst dijelaskan.
·           Sifat – sifat Extinction
Pola berkurangnya perilaku setelah dihentikannya pemberian penguatan tergantung pada beberapa faktor, antara lain :
a.     Jadwal pemberian penguatan
Pola berkurangnya perilaku setelah dihentikannya penguatan tergantung pada jadwal pemberian penguatan sebelum prosedur penghapusan ini. Jadwal penguatan terus-menerus lebih cepat proses hapusnya daripada jadwal berselang. Jadwal bervariasi lebih resistan daripada jadwal berjangka sama.
b.    Banyaknya penguatan
Makin banyak berulang pemberian penguatan pada masa lampau, makin resisten perilaku terhadap penghapusan. Demikian juga semakin besar kuantitas penguatan yang telah dinikmati, makin resisten perilaku.
c.     Deprivasi
Makin besar deprivasi subjek terhadap penguatan dan makin vital penguatan yang dideprivasikan, makin sulit perilaku dihapus.


d.    Usaha
Makin besar usaha yang dibutuhkan untuk melaksanakan perilaku yang mendapat penguatanan, makin cepat penghapusan tercapai. Misalnya Prapto meminjam uang ke kakaknya. Kakaknya tidak mau meminjami lagi karena ternyata digunakan untuk berjudi. Sering tidaknya dia meminjam lagi juga dipengaruhi jarak rumah Parto dengan kakaknya, makin jauh perilaku makin cepat hilang, dan sebaliknya.
Selain sifat-sifat di atas, sifat lain yang perlu dipahami adalah adanya peristiwa kambuh (spontaneous recovery). Bila terjadi peristiwa kambuh dan penguatan lama diberikan, maka perilaku akan terus berulang, bahkan makin sukar untuk dihapuskan (makin resisten). Ini seakan-akan meyakinkan bahwa apabila orang cukup gigih, tujuan akan tercapai juga.
·       Penggunaan Efektif  Prosedur Extinction
1.    Menemukan penguatan yang memelihara perilaku
Perlu ditemukan penguatan yang mengontrol perilaku sasaran dan kemudian mencegah terjadinya penguatan. Agar prosedur penghapusan efektif, semua sumber penguatan harus ditemukan dan dikendalikan. semakin sering penguatan inkonsisten ini terjadi, semakin sulit dihapus perilaku ini.
2.    Komunikasi jelas dan tegas
Beberapa perilaku tidak perlu sama sekali dihapus, tetapi perlu dikontrol agar tidak berlangsung pada saat-saat tertentu, atau hanya berlangsung pada saat-saat tertentu. Perlu diperjelas kapan boleh/tidak. Contoh: anak gak boleh ngajak ngobrol waktu sholat
3.    Menjalankan prosedur ini cukup lama
Peningkatan perilaku pada permulaan prosedur penghapusan diterapkan, sering membuat pengontrol penguatan menyerah. Berkurangnya perilaku yang perlahan-lahan membuat orang tidak sadar atau prasangka bahwa program ini telah gagal. Untuk itu perlu dibuat pencatatan perilaku sasaran dari hari ke hari.

4.    Mengombinasikan dengan prosedur lain
Prosedur penghapusan lebih efektif bila dikombinasikan dengan prosedur lain. Efek ini mendukung tercapainya penghapusan karena subjek telah mendapatkan cukup penguatan dengan cara baru karena cara lama sudah tidak efektif lagi. Contoh: anak nakal karena minta perhatian – perilaku nakal lebih cepat hilang bila kenakalan tidaka mendapat perhatian lagi dari ibunya (penghapusan), ibunya akan memperhatikan jika ia tidak nakal (positif reinforcement).

·           Faktor – faktor yang mempengaruhi Extinction
Ada dua faktor penting yang dapat mempengaruhi proses Extinction, yaitu:
1.    Rencana penguatan (reinforcement) sebelum extinction
2.    Peristiwa penguatan setelah extinction
Sebagian rencana penguatan (Reinforcement) akan menentukan apakah hasil-hasil extinction perilaku dapat berkurang dengan cepat ataupun secara berangsur-angsur. Munculnya peristiwa dari sebuah perilaku diikuti oleh adanya penguat. Dalam penguatan yang sesaat, tidak semua perilaku-perilaku yang dihasilkan berasal dari sebuah penguat. Akan tetapi terkadang perilaku juga di beri penguatan. Ketika sebuah perilaku secara terus menerus diberi penguatan, pengurangan secara cepat diakhiri hanya dengan satu kali penguatan. Ketika sebuah perilaku diberi penguatan sesaat, maka secara berangsur-angsur selalu lebih berkurang dari sekali penguatan telah berakhir. Namun perubahan dari penguatan untuk pengurangan akan lebih berbeda ketika sebuah perilaku diperkuat sepanjang waktu daripada hanya diberikan beberapa kali.
Misalnya, jika kita mengambil uang dalam mesin dan menekan tombol, kita akan mendapatkan pilihan-pilihan yang kita inginkan. Ini adalah sebuah kasus penguatan secara berulang-ulang, dan penurunan perilaku selama pengurangan akan cepat. Kita tidak akan melanjutkan untuk mengambil uang dalam mesin jika kita tidak terlalu lama mendapatkan uangnya. Berkurangnya penguatan akan segera terlihat. Itu akan sama dengan apa yang terjadi ketika kita mengambil uang di tempat mesin atau mesin video spekulasi. Itu adalah sebuah kasus tentang penguatan yang sesaat. Mengambil uang dalam slot mesin sesekali hanya diperkuat dari sukses mendapatkan jakpot dan memenangkan uang dari mesin. Jika mesin telah rusak dan tidak dapat kembali memproduksi jakpot (bukan penguatan), kita mungkin mengambil lebih banyak koin ke dalam mesin sebelum akhirnya menyerah. Dari itulah kita mengambil berspekulasi untuk berhenti karena itu adalah paling sulit untuk menentukan itu semua bukanlah penguatan yang panjang untuk perilaku.
Penguatan yang sebentar-sebentar sebelum pengurangan menghasilkan perlawanan terhadap pengurangan, perilaku pengurangan tetap dilaksakan. Penguatanyang berlanjut sebelum pengurangan menghasilkan lebih sedikit perlawanan terhadap pengurangan dan perilaku yang tekun. Karena perlawanan pada pengurangan, daftar penguatan sebelum pengurangan menghasilkan pada keberhasilan penggunaan pengurangan dalam sebuah program modifikasi perilaku.
Faktor yang kedua adalah peristiwa penguatan setelah pengurangan. Jika penguatan terjadi dalam bagian dari pengurangan, akan lama dalam perilaku untuk mengurangi perilaku. Ini karena penguatan dari perilaku pengurangan telah dimulai, jumlah pada penguatan yang sebentar-sebentar, dan membuat perilaku lebih melawan terhadap pengurangan. Faktanya, jika perilaku diperkuat selama satu episode sembuh secara tiba-tiba, mungkin perilaku selanjutnya meningkat pada level ini sebelum pengurangan.
·           Kelebihan Prosedur Extinction
1.    Prosedur ini dikombinasikan dengan prosedur lain telah terbukti efektif diterapkan dalam berbagai macam situasi. Berlangsung cepat apabila dikombinasikan dengan penguatanan perilaku yang diingini. Contohnya adalah Mengajari anak yang rewel jika minta sesuatu. Bila ia masih meminta dengan cara rewel, ia tidak mendapat yang diminta, kalau ia meminta dengan cara yang diajarkan baru dikasih.
2.    Prosedur penghapusan menimbulkan efek yang tahan lama. Contoh perilaku rewel diatas tidak akan kambuh bila tidak mendapat penguatan.
3.    Prosedur penghapusan tidak menimbulkan efek sampingan se-negatif prosedur-prosedur yang menggunakan stimulus aversif.

·           Kelemahan Prosedur Extinction
1.    Efek tidak terjadi dengan segera.
Efek penghapusan biasanya tidak seketika terjadi. Setelah konsekuensi yang mengukuhkan dihilangkan, perilaku-sasaran tetap berlangsung sampai waktu tertentu. Ini dapat menimbulkan masalah dalam penerapannya. Contoh: perilaku yang membahayakan diri sendiri (misal anak-anak mengejar layang-layang ke jalan raya) maupun yang membahayakan orang lain (misal desdruktif dan agresif) harus dihentikan segera
2.    Frekuensi dan intensitas sementara meningkat.
Pada saat-saat permulaan penguatan tidak diberikan, frekuensi dan intensitas perilaku sasaran cenderung bertambah. Oleh karena itu, memilih saat yang tepat menghentikan pemberian penguatan sangat penting. Contoh: anak rewel dilayani ketika ada tamu agar diam.
3.    Perilaku-perilaku lain, termasuk perilaku agresif, sering timbul.
Kenaikan dan frekuensi dan intensitas sementara diikuti oleh perilaku-perilaku lain sebagai usaha mendapat penguatan, termasuk perilaku agresif. Perilaku agresif disebabkan oleh kekecewaan tidak diperolehnya penguatan yang biasa diperoleh.
4.    Imitasi perilaku oleh orang lain.
Pada permulaan penghapusan, perilaku yang berulang-ulang timbul dan tidak mendapat perhatian yang berwenang, oleh orang lain yang melihatnya disangka mendapat persetujuan, akibatnya perilakunya cenderung ditiru. Anak-anak mencari perhatian guru dengan mengusuli teman. Guru melakukan ekstinsi. Ia hanya memperhatikan siswa yang tenang. Karena guru tidak mengambil tindakan yang menyolok, pada anak – anak tersebut, maka mereka mengira guru tidak keberatan. Mereka mulai meniru perilaku tersebut. Kesukaran menemukan penguatan yang mengontrol. Kadang-kadang terlihat jelas penguatan apa yang menimbulkan perilaku yang berulang. Kadang-kadang sulit sekali untuk menemukan, terutama bila penguatan terjadi pada jadwal yang sangat jarang. Begitu jarangnya konsekuensi penguatan ditemukan, sampai seorang pengamat gagal mengendalikannya.
5.    Kesukaran menghentikan penguatan
Kadang-kadang ditemukan penguatan yang tidak mungkin dipisahkan dari perilaku sasaran, karena sudah terpadu atau alamiah merupakan konsekuensi perilaku tersebut. Contoh: ujian – nilai baik, ngemil – tenang, kecanduan narkoba – lari dari masalah, punya teman, nikmat, dll


·           Prosedur dari hukum Extinction
Prosedur penghapusan (extinction) adalah prosedur menghentikan pemberian penguatan pada perilaku yang semula dikuatkan sampai ke tingkat sebelum perilaku tersebut dikuatkan. Beberapa perilaku yang memerlukan prosedur penghapusan seperti tindakan mengacaukan kelas, tindakan agresif, amarah yang berlebihan, perilaku bukan belajar, dan membual. Contoh sederhananya adalah Andi selalu melompat-lompat di atas tempat duduknya sambil berteriak-teriak ketika ia ingin menjawab pertanyaan dari gurunya. Hal itu ia lakukan supaya mendapatkan perhatian semua orang di kelas. Gurunya ingin merubah perilaku Andi dengan cara tidak memberi perhatian kepada Andi ketika ia bersikap berlebihan. Justru gurunya meminta Andi menjawab pertanyaan ketika ia sedang duduk diam. Perilaku ribut Andi tidak mendapat penguatanan gurunya, sehingga diharapkan perilaku tersebut tidak berulang.
Kita tahu bahwa dalam reinforcement ada dua prosedur, yaitu positive dan negative reinforcement. Begitu juga dengan extinction, Sebuah perilaku dapat mengalami pengurangan terlepas dari apakah karena diberi reinforcement positif atau negatif. Intinya,,baik reinforcement maupun extinction adalah untuk mengurangi atau menghentikan perilaku yang tidak diinginkan. Namun ada dua hal yang membedakannya. Yang pertama yaitu apabila sebuah perilaku secara positif diberi penguatan, maka konsekuensinya akan dimunculkan atau ditambahkan setelah perilaku tersebut dilakuka. Oleh karena itu, pengurangan perilaku karena diberi reinforcement positif melibatkan pengurangan perilaku yang sebelumnya sudah diberikan setelah perilaku tersebut dilakukan.Dengan kata lain,, ketika sebuah perilaku menghasilkan konsekuensi penguatan, maka perilaku yang diinginkan pun tidak lama kemudian dapat terjadi.
Sedangkan jika dalam kasus reinforcement negative, perilaku dihilangkan atau dikurangi karena adanya stimulus aversive. Oleh karena itu extinction karena reinforcement negative mengakibatkan perilaku yang tadinya sudah ada penguatan bisa jadi berkurang atau bahkan musnah karena dihilangkannya penguat tersebut. Dengan kata lain, ketika sebuah perilaku mengakibatkannya menghindar dari aversive stimulus maka secara otomatis perilaku tersebut akan berhenti. Contohnya katakan saja seseorang memakai sejenis penutup telinga sewaktu bekerja di pabrik untuk mengurangi suara bising dari berbagai peralatan perusahaan. Ketika penutup telinga itu tidak dipakai ternyata setelah itu merasa bunyi bising berkurang maka otomatis orang tersebut akan berhenti memakai penutup telinga tersebut. Perilaku memakai penutup telinga menjadi berkurang karena hal tersebut menjadi jalan keluar dari kebisingan suara di pabrik.
Jadi,kesimpulan dari prosedur extinction adalah:
1.      Reinforcer positif diberikan tidak lama setelah perilaku.
2.      Aversive stimulus dihilangkan tidak lama setelah perilaku.
Atau bisa juga kami simpulkan Hukum Extinction tersebut adalah seperti di bawah ini:
a.    Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
b.    yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Penelitian oleh brian Iwata dan rekan-rekannya (Iwata, kecepatan, Cowdery, & milten Berger, 1994) telah menunjukkan bahwa secara prosedural kepunahan adalah suatu perilaku yang berbeda ketika telah maintened oleh penguatan positif dan penguatan negatif. Iwata dan koleganya mempelajari perilaku yang merugikan diri sendiri (seperti memukul diri sendiri) yang ditunjukkan oleh anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental. Ketika mereka menemukan bahwa diri-cedera itu positif diperkuat oleh perhatian dari orang dewasa, mereka dilaksanakan kepunahan dengan menghapus perhatian dewasa setelah perilaku Bagi beberapa anak, bagaimanapun, melukai diri itu negatif diperkuat: merugikan diri perilaku mengakibatkan melarikan diri dari tugas akademis. Dengan kata lain, seorang guru berhenti membuat permintaan pada seorang anak (dihapus oleh permintaan akademis) sekali anak strated untuk terlibat dalam merugikan diri behavior.in kasus ini penguatan negatif, kepunahan yang diperlukan guru untuk tidak menghapus permintaan akademik setelah melukai diri Oleh karena itu, perilaku yang merugikan diri mengakibatkan tidak lagi melarikan diri dari situasi pengajaran Iwata dan rekan-rekannya dengan jelas menunjukkan bahwa jika kepunahan tersebut terjadi, reinforcer bagi tingkah laku harus diidentifikasi dan dihapuskan, proses tidak berfungsi sebagai kepunahan.
Edward Carr dan koleganya (Carr, Newsom, & binkoff, 1980) mengamati perilaku anak-anak dengan kelainan mental reatardation Mereka menunjukkan bahwa perilaku agresif di dua anak terjadi hanya dalam situasi permintaan dan berfungsi sebagai perilaku melarikan diri Dengan kata lain, perilaku agresif negatif diperkuat oleh permintaan penghentian.
Bagaimana kepunahan digunakan dengan perilaku agresif dua anak ini? Carr dan koleganya menunjukkan bahwa ketika anak tidak bisa lari dari situasi permintaan dengan terlibat dalam perilaku agresif, perilaku agresif menurun drastis. Karena melarikan diri adalah memperkuat perilaku agresif, mencegah melarikan diri berfungsi sebagai kepunahan.
BAB III
PENUTUP
·      Kesimpulan
Extinction terjadi karena reinforcement yang mempertahankan sebuah perilaku dihilangkan atau tidak lagi disediakan. Pada mulanya akan tetap muncul respon yang dipelajari,namun kemudian respon-respon ini secara bertahap akan berkurang dan pada akhirnya menghilang.

Selama perilaku diperkuat, setidaknya sesekali, maka akan terus terjadi. Jika perilaku tidak lagi diikuti dengan konsekuensi yang memperkuat,maka perilaku tidak muncul. Ketika perilaku berhenti terjadi karena tidak lagi diperkuat, dapat dikatakan bahwa perilaku telah mengalami kepunahan atau perilaku telah dipadamkan (extinction).


 

DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar