BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Psikopatologi adalah suatu ilmu yang mempelajari
proses dan perkembangan gangguan mental. Perkembangan penanganan gaangguan
mental berkembang mulai dari zaman kuno (Yuhani) hingga zaman sekarang
(modern). Terdapat perbedaan penanganan gangguan abnormalitas jiwa, karena
perbedaan paradigma berpikir manusia dari zaman kezaman.
Akibat dominasi pola kehidupan
modern yang materialistik dan egoistik, mengakibatkan situasi psikologis umat
manusia semakin tidak menentu. Karenanya, tidak mengherankan apabila akhir-akhir
ini ditemukan berbagai perilaku yang aneh-aneh dan nyleneh yang
dianggap sebagai gejala patologis bagi kehidupan modern. Sering kita mendengar
istilah gangguan kepribadian, orang berkepribadian ganda. Terkadang kita sering
mendengar orang memberikan label kepada orang lain bahwa tidak punya
kepribadian. Lalu, apa sebenarnya gangguan kepribadian? Berdasarkan perspektif psikologi Islam,
gangguan kepribadian adalah serangkaian perilaku manusia yang menyimpang dari
fitrah asli yang murni, bersih dan suci, yang telah ditetapkan oleh Allah SWT
sejak zaman azali. Gangguan tersebut dapat menyebabkan rusaknya jiwa sehingga
jiwa menjadi kosong, hati akan mati, walaupun secara fisik terlihat gagah dan
sehat. Individu yang mengalaminya akan mengalami kekosongan kalbu, gelisah,
gersang, dan tidak dapat menikmati kehidupannya.
Dalam persepektif psikopatologi /
psikologis Islam sendiri gangguan kepribadian diartikan
sebagai perilaku yang berdosa dan merupakan penyakit hati yang dapat mengganggu
realisasi dan aktualisasi diri seseorang. Dari pengertian tersebut, maka dapat kita ketahui bahwa perilaku
dikategorikan sebagai gangguan kepribadian Islam jika berbau dosa, jika tidak
maka belum bisa dikatakan sebagai gangguan kepribadian dalam Islam. Gangguan
kepribadian yang mengarah kepada perilaku buruk sering dikenal dengan istilah
psikopatologi. Dalam konsep psikologi Islam sendiri, psikopatologi diakibatkan oleh kefitrian qalbu manusia hilang, karena
qalbu menjadi pusat kepribadian manusia. Selain itu, psikopatologi bersumber
dari dosa (guilty feeling) dan
perilaku maksiat. Dalam Islam
psikopatologi ini dikenal dengan istilah penyakit hati.
Dalam
makalah ini penulis akan membahas pengertian psikopatologi, sejarahnya dan
macam-macam psikopatologi dalam perspektif psikopatologi kontemporer dan
psikopatologi Islam serta implikasinya bagi pendidikan. Diharapkan dari
pembahasan ini kita mendapatkan gambaran yang utuh tentang psikopatologi dalam
berbagai sudut pandang serta mampu mengaplikasikannya dalam dunia pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan kami bahas dalam
makalah kali ini adalah:
a.
Apa pengertian psikopatologi?
b.
Sebutkan macam – macam psikopatologi!
c.
Ada berapakah jenis – jenis psikopatologi?
d.
Hubungan Psikopatologi dan pendidikan !
C.
Tujuan
Tujuan kami membahas makalah dari
judul prespektif sejarah psikopatologi ini adalah agar kami dapat menjelaskan
dan memaparkan mengenai sejarah psikopatologi secara rinci dan jelas. Dan dapat
membagi pengetahuan kami kepada teman – teman semua nya.
D.
Manfaat
Dengan pembahasan makalah ini
manfaat yang kami dapat kan adalah kami lebih mengerti dan memahami tentang
sejarah psikopatologi (penyakit hati) atau kejiwaan. Mengetahui sejarah dan
bagaimana hubungan psikopatologi tyerhadap pendidikan.
Kami berharap teman – teman juga
mendapatkan manfaat nya dengan pembahasan makalah kami kali ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Psikopatologi Anak
Psikopatologi
anak Mempelajari gangguan psikologis atau tingkahlaku patologis pada anak dan
remaja. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa psikopatologi
adalah gangguan kepribadian. Menurut Shafii psikopatologi istilah yang mengacu
pada baik studi tentang penyakit mental atau tekanan mental atau manifestasi
perilaku dan pengalaman yang mungkin menunjukkan penyakit mental atau gangguan
psikologis. Chaplin juga menyatakan psikopatologi (psychopathology) adalah
cabang psikologi yang berkepentingan untuk menyelidiki penyakit atau gangguan
mental dan gejala-gejala abnormal lainnya. Psikopatologi atau sakit mental
adalah sakit yang tampak dalam bentuk perilaku dan fungsi kejiwaan yang tidak
stabil. Istilah psikopatologi mengacu pada sebuah sindroma yang luas, yang
meliputi ketidaknormalan kondisi indra, kognitif, dan emosi.
Sedangkan Alexander Theron
mendefinisikan psikopatologi dengan penyakit jiwa atau gangguan jiwa (mental
disorder) dimana gangguan jiwa terdiri dari ketidakmampuan berfungsinya
seseorang sebegitu jauh sehingga ia tak dapat mencapai pemuasan yang cukup
memadai terhadap kebutuhan-kebutuhan jasmaniyah dan perasaannya bagi dirinya
sendiri dan sebegitu jauh ia tak mampu memenuhi persyaratan-persyaratan tingkah
laku yang dituntut oleh masyarakat dimana ia hidup.
Jadi pengertian ini menunjukkan bahwa manusia sebagai individu dan sebagai
anggota masyarakatnya tidak mampu berfungsi baik dalam pemenuhan kebutuhan
rohaniyah untuk kehidupan pribadinya sendiri dan juga untuk kebutuhan
lingkungannya. Ketidakmampuan inilah yang menjadi sumber pokok dari apa yang
disebut gangguan jiwanya.
Anak-anak terkadang mengalami kesukaran emosional, karena
perubahan tuntutan hidup dan perubahan sikap orang tuanya, di samping
pertumbuhan diri pribadi mereka, yang terkadang tidak dimengerti oleh orang
tuanya. Terapi yang diberikan kepada anak yang mengalami gangguan emosi
diantaranya adalah dengan menggunakan pendekatan non-directive therapy dan
menggunakan permainan.
B. Psikopatologi Anak
Ø
Gangguan
Tingkah Laku
PengertianADHD
( attention deficit hyperactivity disorder) Hiperaktif adalah
Gangguanperkembangan dalam peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga
menyebabkan aktifitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan.
Ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa
duduk dengan tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang tetap seperti sedang
duduk, atau sedang berdiri. Beberapa kriteria yang lain sering digunakan
adalah, suka meletup-letup, aktifitas berlebihan, dan suka membuatkeributan.
Ø Ciri – Cirinya :
1. anak sangat
sulit memusatkan perhatian dalam waktu yang sama (konsentrasi hanyasesaat dan
sering berganti-ganti aktivitas)
2. tubuh selalu
bergerak (sering terlihat di kelas atau saat makan)
3. impulsif (anak
tidak sabar menunggu atau bertindak sebelum berpikir)
4. kadang-kadang
tidak bisa disiplin
5. prestasi di
sekolah rendah cenderung mengalami kecelakaan (jatuh, terbentur dan sebagainya)
Pola-pola tersebut terjadi pada hampir semua situasi, yakni di rumah, sekolah
dan waktubermain. Jadi aktivitas fisik anak yang sangat berlebihan memang belum
tentu abnormal.
Diagnosa BandingAda beberapa gangguan yang menunjukkan
ciri-ciri serupa, yakni
:
1. gangguan fisik
khas epilepsi (ayan), sindroma fetal alkohol (bayi dilahirkan dari ibu
yangalkoholik), dan penyakit kelenjar tiroid.
2. gangguan
emosional yang menyeluruh, dengan menunjukkan kecemasan (anxiety) dan depresi autisme,
yakni kegagalan berbahasa atau bersosialisasi.
3. gangguan
tingkah laku (anak menunjukkan sikap menentang, meski tidak sulitmemusatkan
perhatian)
4. retardasi
mental ringan dan kesulitan belajar dan tingkah laku yang disebabkan adanya
problema orang tua - anak.
Ø Deteksi Dini
Evaluasi 4
kelompok perilaku anak ( perhatian, hiperaktivitas, kemampuan bersosialisasi dan
bersikap menantang ). Masing-masing kelompok evaluasi terdiri dari
pertanyaan-pertanyaan yang dinilai dengan angka 1-5. Nilai 1 berarti sama
sekali tidak, nilai 5 berarti selalu, dan nilai-nilai 2-4 berarti antara kedua
pernyataan tersebut. Kemudian, nilai-nilai tersebut dijumlah. Dari sinilah baru
bisa ditentukan apakah anak tidak bermasalah, bermasalah dan perlu mendapat
perhatian, atau bermasalah dan perlu mendapat terapi.
Ø Terapi - Terapi
Terapi yang
dapat diberikan untuk tatalaksana pasien (anak) harus dilaksanakan secara
menyeluruh, dimulai dari edukasi dengan keluarga, terapi perilaku hingga
penatalaksanaan dengan obat-obatan farmasi. Beberapa terapi yang dapat
diberikan adalah:
·
Terapi Obat-obatan
·
Terapi penunjang terhadap impuls-impuls hiperaktif dan
tidak terkendelai, biasanya digunakan anti depresan seperti Ritalin, Dexedrine,
desoxyn, adderal, cylert,buspar, clonidin.
C.
Berikut ciri-ciri psikopatologi pada
anak
1.
Sering
berbohong. Jika ketahuan, ia tak peduli dan akan menutupinya dengan mengarang
kebohongan lainnya, bahkan mengolahnya seakan-akan itu fakta.
2.
Pandai
melucu dan pintar bicara. Mereka menguasai pengetahuan di bidang seni, puisi,
dan sastra. Pandai mengarang cerita yang membuatnya terkesan positif
3.
Impulsif
dan sulit mengendalikan diri; emosi tinggi, tantrum, dan agresif. Mudah
terpicu amarahnya oleh hal-hal kecil, mudah bereaksi terhadap kekecewaan,
kegagalan, kritik, dan mudah menyerang orang hanya karena hal sepele.
4.
Tidak
memiliki respons fisiologis yang normal; seperti rasa takut yang ditandai
tangan berkeringat, jantung berdebar, mulut kering, tegang, gemetar bila
melakukan kesalahan.
5.
Saat
sedih dan gembira, ekspresinya tidak terlalu kelihatan.
6.
Tidak
punya rasa sesal dan rasa bersalah, sering menyangkal akibat tindakannya dan
tidak memiliki alasan untuk peduli.
7.
Senang
melakukan pelanggaran dan peraturan keluarga atau sekolah.
8.
Kurang
empati terhadap perasaan keluarga dan teman sepermainan.
9.
Egosentris
dan menganggap dirinya hebat.
10. Agresif, menantang nyali dan
perkelahian, tidur larut malam, dan sering ke luar rumah.
11. Tidak mau bertanggungjawab, dan
melakukan berbagai hal demi kesenangan belaka.
12. Persuasif dan memesona di permukaan.
13. Butuh stimulasi dan gampang bosan.
14. Memiliki IQ tinggi.
·
Faktor
Genetik
Banyak penelitian menunjukkan,
psikopat / psikopatologi berkaitan dengan genetik, gangguan fungsi otak, dan
lingkungan. Selain itu juga ada gangguan antisosial, asosial, dan amoral yang
masuk dalam klasifikasi gangguan kepribadian dissosial. Meski demikian, faktor penyebab pastinya hingga saat ini masih
belum dapat diungkap jelas. Maka, tindak pencegahan optimal yang dapat
dilakukan adalah sebatas mengenali faktor risiko sejak dini.
Langkah awal yang mungkin dilakukan,
antara lain, melakukan deteksi dini faktor risiko dan gangguan perilaku pada
anak. Karena faktor genetik adalah faktor yang diturunkan, maka faktor orangtua
juga harus jadi perhatian. Artinya, jika salah satu orangtua menunjukkan gejala
psikopat, maka anak akan berpotensi mengalami hal yang sama. Pengamatan terhadap anak-anak dalam
rentang usia 6–13 tahun bisa mulai dilakukan. Beberapa penyimpangan perilaku
pada mereka, harus diketahui dan dikenali orangtua. Sejumlah penelitian lain menyebutkan, faktor lingkungan juga
sangat berpengaruh. Lingkungan tersebut bisa berupa fisik, biologis, dan
sosial.
·
Faktor lingkungan fisik dan sosial
Faktor ini berisiko mengembangkan
seorang psikopatologi adalah perlakuan kasar dan keras sejak usia anak,
penelantaran, perceraian orangtua, kesibukan orangtua, faktor pemberian nutrisi
tertentu, serta kehidupan keluarga yang tidak mematuhi etika hukum, agama dan
sosial. Sedangkan lingkungan
biologis menyangkut pola makan. Ternyata banyak faktor risiko juga terjadi pada
penderita alergi dan intoleransi makanan. Belakangan terungkap, bahwa alergi
menimbulkan komplikasi yang cukup berbahaya; karena alergi dapat mengganggu
semua organ atau sistem tubuh anak, termasuk gangguan fungsi otak.
Akibat gangguan fungsi otak itulah,
muncul gangguan pada perkembangan dan perilaku anak; seperti gangguan
konsentrasi, gangguan emosi, gangguan tidur, impulsivitas, hingga memperberat
gejala autisma dan ADHD (Attention Deficit and Hyperactivity Disorder).
Seandainya pada anak terdapat faktor
genetik dan beberapa perilaku tersebut, maka orangtua harus waspada. Pengobatan
dan rehabilitasi psikopat saat ini baru dalam tahap kompleksitas pemahaman
gejala. Terapi yang paling mungkin adalah tanpa obat, seperti konseling.
Para
psikolog sekarang mulai menyadari bahwa anak-anak psikopat / psikopatologi,
yang digambarkan sebagai anak yang antisosial (callous-unemotional atau
(CU), membentuk subkelompok yang berbeda. Tak seperti kebanyakan anak-anak yang
menampilkan perilaku antisosial, mereka terutama bukan produk pengasuhan anak
yang buruk,
D.
Gejala-gejala
psikopat anak
1.
Sering
berbohong, fasih, dan dangkal
2.
Egosentris
dan menganggap dirinya hebat.
3.
Senang
melakukan pelanggaran ketika waktu kecil
4.
Tidak mampu bertanggung jawab dan
melakukan hal-hal demi kesenangan belaka.
E.
Sejarah
Psikopatologi
Ada
anggapan bahwa lahirnya seorang psikopat berkaitan dengan temperamen masa kecil
si anak terutama sifat anak yang terlalu berani dan tidak punya rasa takut.
Tapi ternyata gejala psikopat bukan hanya dari gangguan temperamen tapi lebih karena fungsi kognitif di otaknya yang tidak bisa memproses isyarat tertentu.
Tapi ternyata gejala psikopat bukan hanya dari gangguan temperamen tapi lebih karena fungsi kognitif di otaknya yang tidak bisa memproses isyarat tertentu.
Penelitian
baru yang dilakukan menunjukkan bahwa akar dari gangguan tersebut dapat berasal
dari dalam pikiran bawah sadar. Seperti dilansir dalam TheHuffingtonPost,
Minggu (18/9/2011) para peneliti Patrick Sylvers dari University of Washington
dan Patricia Brennan serta Scott Lilienfeld dari Emory, menemukan psikopat
mungkin terjadi karena otak kurang dapat melakukan 'pemrosesan preattentive'. Secara
teoritis, jika anak-anak tidak memiliki ini dalam proses berpikirnya, mereka
tidak akan pernah belajar memecahkan kode tanda-tanda bahaya. Rasa tak kenal
takut ini akan berkembang dan akibatnya, si anak akan tumbuh dewasa dengan
kegagalan bersosialisasi yang menggunakan hati nurani. Untuk teori tersebut ilmuwan
melakukan pengujian terhadap 88 anak laki-laki berusia 7 hingga 11 tahun yang
pernah bermasalah di sekolah maupun di rumah. Anak-anak ini dipilih berdasarkan
ciri-ciri yang disebut 'callous unemotionality' atau tak punya perasaan
emosional.
Ciri-ciri
ini termasuk mengabaikan kebutuhan orang lain, kurangnya rasa penyesalan dan
empati, mirip dengan ciri-ciri gangguan pada orang dewasa. Peneliti lalu
menguji impulsifitas dan gangguan perilaku yang sesuai dengan tanda-tanda
narsisme seperti banyak membual, yang juga terlihat pada kebanyakan psikopat
dewasa.
Perkembangan penanganan gaangguan mental berkembang mulai dari zaman kuno
(Yuhani) hingga zaman sekarang (modern). Terdapat perbedaan penanganan gangguan
abnormalitas jiwa, karena perbedaan paradigma berpikir manusia dari zaman ke
zaman Mari kita membahas sejarah psikopatologi berikut ini.
1. Demonology Awal
Demonology merupakan suatu doktrin yang menyebutkan bahwa perilaku abnormal
seseorang disebabkan oleh pengaruh roh jahat atau kekuatan setan. Masyarakat
saat itu meyakini bahwa kekuatan roh atau setan dapat merasuk ke dalam tubuh
seseorang dan mengontrol pikiran serta tubuh orang tersebut. Demonology
ditemukan dalam budaya Cina, Mesir dan Yunani. Para pemuka agama pada masa
itu melakukan suatu upacara untuk mengeluarkan pengaruh roh jahat dari tubuh
seseorang. Mereka menggunakan nyanyian mantra atau siksaan terhadap objek
tertentu, bisa binatang atau manusia. Metode tersebut dinamakan exorcism
2. Penjelasan fisiologis awal terhadap gangguan
mental pada masa Roma dan Yunani Kuno.
Abad 5 SM, Hippocrates (Bapak Kedokteran; penemu ilmu medis modern)
memisahkan ilmu medis dari agama, magic dan takhyul. Ia menolak
keyakinan yang berkembang pada masa Yunani itu bahwa Tuhan (dewa) mengirimkan
penyakit fisik dan gangguan mental sebagai bentuk hukuman. Hippocrates
menjelaskan tentang pentingnya otak dalam mempengaruhi pikiran, perilaku dan
emosi manusia. Menurutnya, otak adalah pusat kesadaran, pusat intelektual dan
emosi. Sehingga jika cara berpikir dan perilaku seseorang menyimpang atau
terganggu berarti ada suatu masalah pada otaknya (otaknya terganggu).
Selain Hippocrates, ada juga dokter dari Roma yang mencoba memberikan
penjelasan naturalistik tentang gangguan psikotik. Mereka adalah Asclepiades
dan Galen. Disamping itu, keduanya mendukung perlakuan yang lebih manusiawi dan
perawatan di rumah sakit bagi para penderita gangguan mental.
3. zaman
Kegelapan (The Dark Ages) dan kembalinya demonology
Kematian Galen (130 – 200 M), sebagai dokter terakhir pada masa klasik
Yunani menandai dimulainya Jaman Kegelapan bagi dunia medis dan bagi perawatan
serta studi tentang perilaku abnormal. Setelah runtuhnya Roma dan Yunani,
peradaban manusia mengalami kemunduran. Pada Jaman Pertengahan dan
Renaissance (400 – 1500 M), kalangan gereja dan Kristen meluaskan pengaruhnya
melalui dunia pendidikan dan misionaris agama menggantikan budaya klasik kala
itu. Termasuk dalam hal menangani penderita gangguan mental. Saat itu gangguan
mental kembali dihubungkan dengan pengaruh spiritual dan supranatural.
F. kriteria – kriteria psikopatologi
Menurut Atkinson terdapat enam
criteria untuk menentukan kesehatan mental seseorang, yaitu :
·
pertama, adanya
persepsi yang realistic dan efisen dalam mereaksi atau mengevaluasi apa yang terjadi
di dunia sekitarnya
·
kedua,
mengenali diri sendiri, baik berkaitan dengan kesadaran atau motifnya
·
ketiga,
kemampuan untuk mengendalikan perilaku secara sadar, seperti menahan perilaku
impulsive dan agresif
·
keempat,
memiliki harga diri dan dirinya dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya
·
kelima,
kemampuan untuk membentuk ikatan kasih, seperti tidak menuntut berkelebihan
pada orang lain dan dapat memuaskan orang lain bukan hanya memuaskan diri
sendiri; keenam, ada jiwa yang antusias yang mendorong seseorang untuk mencapai
produktivitas.
Asumsi di atas dikenal dengan asumsi yang optimistic dan mengakui kekuatan
jiwa manusia, namun sifatnya antroposentris yang hanya memfokuskan pada
kekuatan manusia, tanpa mengkaitkan teorinya pada kehendak mutlak Tuhan. Dalam
Islam meskipun menggunakan kerangka asumsi yang ketiga dalam membangun teori
psikopatologi, namun Islam tidak melepaskan diri dari paradigma teosentris.
Hakikat jiwa manusia bukan hanya sehat dan sadar, melainkan juga terbebas dari
dosa asal, dosa waris, dan bertanggung jawab atas penebusannya. Sebagai Dzat
yang baik dan suci, Tuhan tidak memberikan jiwa manusia kecuali jiwa yang
memiliki kecenderungan sehat, baik dan suci. Kesehatan jiwa manusia tidak
sekedar alami dan fitri, melainkan telah diatur sedemikian rupa oleh sang
Kholiq. Dari kerangka ini, kriteria neurosis dan psikosis dalam psikopatologi
Islam bukan hanya disebabkan oleh gangguan saraf atau gangguan kejiwaan alamiah
melainkan juga penyelewengan terhadap aturan-aturan Tuhan. Oleh karena itu,
teori psikopatologi Islam di samping mendasarkan teorinya pada teori-teori
psikologi barat, juga banyak memfokuskan diri pada perilaku spiritual dan
religius.
Mujib membagi
psikopatologi dalam dua katagori pokok, pertama, bersifat duniawi.
Macam-macam psikopatologi dalam kategori ini berupa gejala-gejala atau penyakit
kejiwaan yang telah dirumuskan dalam psikologi kontemporer; kedua,
bersifat ukhrawi, berupa penyakit akibat penyimpangan terhadap
norma-norma atau nilai-nilai moral, spiritual dan agama. Maka berdasar
pembagian katagori ini kita akan melihat psikopatologi dalam dua perspektif
yakni aspek pengetahuan dan aspek agama.
Ø Psikopatologi
yang bersifat duniawi
Jenis-jenis
penyakit kejiwaan (mental disorders atau mental illness) menurut
penyelidikan Freud dipandang
bersumber pada lapisan jiwa tak sadar (Das Es) yang disebut “kompleks
terdesak”. Kompleks adalah nafsu atau emosi yang berlebih-lebihan untuk
memperoleh atau menghindari objek. Kompleks terdesak atau tertekan berarti
segala aspek nafsu/keinginan atau perasaan yang ditekan terus-menerus oleh
kesadaran Aku (Das Ueber Ich), karena pemunculannya dianggap tidak
sesuai dengan norma-norma hidup baik kultural, agama ataupun norma sosial,
sehingga nafsu/emosi yang demikian tidak diberi kesempatan muncul ke ruang
sadar manusia.
Akan tetapi
kompleks terdesak tersebut meskipun dihambat dan ditekan oleh kesadaran “Akunya”
pada waktu-waktu tertentu dapat muncul tanpa disadari dalam bentuk tingkah laku
yang berbagai macam yaitu:
a) Perbuatan yang
salah tanpa disadari, misalnya salah tulis, salah baca, salah ucap, salah
letak, salah mengerjakan tugas. Kesemuanya itu merupakan bentuk pemunculan
nafsu/emosi tertekan yang makin bertumpuk dalam jiwa tak sadar manusia yang
mengandung latar belakang peristiwa masa lalu.
b) Mimpi juga mempunyai arti khusus bagi manusia
yang memiliki kompleks terdesak. Menurut Freud mimpi merupakan gambar/simbol
dari keinginan yang terpendam dan tak terpenuhi, dan dengan melalui analisa
mimpi orang dapat menemukan problema hidup orang lain: misalnya orang yang
sangat menginginkan mempersunting gadis rupawan dari kalangan tinggi, padahal
ia sendiri tergolong orang yang tidak sederajat/sekufu dengan status
sosial-ekonomi keluarga gadis tersebut, maka nafsu keinginan tersebut mengendap
ke dalam ruang lapisan jiwa tak sadar, masuk ke dalam kompleks terdesak yang
muncul dan menyatakan diri dalam bentuk impian-impian di waktu tidur. Bentuk
impiannya bisa perkawinan dengan gadis idamannya dengan upacara yang sangat
indah atau pertemuan romantis di tempat yang indah.
c) Penyakit
syaraf, dimana masing-masing orang berbeda-beda intensitasnya, tergantung pada
ketahanan dan keseimbangan mekanisme sistem syarafnya dalam menanggapi nafsu/
keinginan atau emosi yang bergejolak dalam dirinya. Makin lemah sistem syaraf
seseorang, makin mudah memperoleh chance terhadap penyakit syaraf.
Sedangkan sistem syaraf tersebut merupakan hal yang native (pembawaan).
G. Implikasinya dalam pendidikan
Dengan
memperhatikan tentang gejala penyakit kejiwaan sebagaimana telah dibahas di
muka, yang mungkin saja menimpa anak didik kita, maka kita sebagai pendidik harus
mengantisipasinya dengan langkah-langkah berikut:
1.
Memperhatikan dengan seksama kelainan-kelainan
yang diderita anak didik baik di dalam kelas, saat bergaul dan saat merespons
setiap tugas-tugas yang diberikan.
2.
Mengidentifikasi segenap
kelainan-kelainan yang ada
3.
Mengadakan pendekatan pada penderita,
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencurahkan segenap keluhan
dengan bebas agar kita bisa mengungkap masalah yang dialaminya dengan tepat.
4.
Berusaha memberikan sugesti, motivasi
dan bimbingan yang dapat meneguhkan keimanan dan keyakinannya kepada Allah
dengan nilai-nilai agama; bahwa masalah dan problema hidup yang diderita
bukanlah masalah serius dan dapat diatasi.
5.
Tunjukkan kepada penderita sumber apa
yang menjadi masalahnya, bagaimana hubungan satu problema dengan problema yang
lain yang merupakan rangkaian sebab akibat, dan tunjukkanlah pemecahan praktis
terhadap problema itu.
6.
Bilamana benar-benar diyakini bahwa
gangguan mental padanya tidak mungkin dapat disembuhkan dengan segala bimbingan
konseling yang ada, maka segeralah penderita dianjurkan untuk berkonsultasi
dengan psikiater (dokter jiwa) agar mendapat tindakan yang tepat.
7.
Jalin kerjasama dengan orangtua anak
didik, agar mereka juga menaruh perhatian dan dapat memberi perlakuan yang tepat
dan positif demi kesuksesan pendidikan anak-
Anaknya
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Psikopatologi adalah suatu ilmu yang mempelajari
proses dan perkembangan gangguan mental. Dalam sejarah
perkembangannya psikopatologi sebagai sebuah studi tentang penyakit mental
mengalami beberapa fase perkembangan; dari fase awal yang cenderung bersifat
primitif dan bercampur dengan keyakinan mistik dan takhayul sampai ke tahap
pengetahuan yang bersifat sistematis dan modern
Secara garis
besar, psikopatologi dapat dibagi ke dalam dua katagori: pertama, psikopatologi
yang bersifat duniawi dengan menggunakan pendekatan yang telah
dirumuskan psikopatologi kontemporer yang memandang bahwa penyebab segala
penyakit jiwa adalah dorongan nafsu atau motive libido (nafsu birahi)
yang ditekan ke bawah sadar; dan kedua, psikopatologi yang bersifat ukhrawi
dengan menggunakan pendekatan nilai-nilai moral spiritual dan agama dimana
psikopatologi ukhrawi memandang bahwa penyebab segala penyakit jiwa adalah
dosa.
B.
SARAN
Kami selaku penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dalam pembuatan makalah ini Untuk itu
kami selaku penulis meminta kritik dan saran yang membangun dari
teman-teman semua, agar makalah ini menjadi lebih baik lagi dan pastinya bisa
bermanfaat serta menambah pengetahuan bagi kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar